Oleh: Miqdad Husein
Kolumnis asal Madura, tinggal di Jakarta
Mantan Presiden SBY sedang terusik. Penyebabnya pernyataan Menteri ESDM Sudirman Said yang menyebut pemberantasan mafia Migas selalu terhenti di mejanya, saat ia menjabat sebagai Presiden RI. SBY meminta klarifikasi Menteri ESDM Sudirman Said tentang apa yang dimaksud, karena justru ia pun mengaku ingin penyimpangan apapun diberantas.
Sejauh ini memang belum ada kejelasan bagaimana arah angin perkembangan masalah itu. Ada kemungkinan persoalan itu masuk meja pengadilan. Itu jika ternyata tak ditemukan penyelesaian yang memberikan kepuasan kedua belah pihak. Apalagi SBY dikenal sangat reaktif bila menyangkut citra dirinya.
Mantan Ketua Umum Partai Demokrat yang saat ini sedang dipenjara menyarankan SBY menindaklanjuti pernyataan Sudirman Said secara terhormat. “Sebagai tokoh yang sadar hukum, Pak SBY bisa menempuh jalur hukum jika merasa difitnah. Dulu Pak SBY pernah melaporkan ZM ke polisi karena merasa difitnah urusan perempuan,” ujar Anas menambahkan.
Tentu ini akan menarik jika sampai ke meja hijau. Pertama sudah pasti memperjelas persoalan terkait kebenaran pernyataan Menteri ESDM Sudirman Said. Apakah memang benar selama ini upaya pembubaran Petral yang sudah sering jadi perbincangan jejaring sosial, sorotan pengamat karena jadi ajang mafia Migas terkendala karena tertahan di meja Presiden SBY. Atau karena faktor-faktor lainnya. Semua memang perlu dibuktikan.
Memang sulit diangkari Petral sepak terjangnya sebenarnya sudah sangat lama jadi sorotan berbagai kalangan. Konon seorang Direktur Utama Pertamina disebut-sebut terjungkal dari jabatannya hanya karena meminta Petral yang merupakan anak perusahaan Pertamina itu yang kantor pusatnya di Singapura, dipindahkan ke Indonesia. Sebuah gambaran riil tentang kedasyatan kekuatan Petral sehingga praktis tak tersentuh.
Pengungkapan data termasuk yang tersebar di jejaring sosial seperti tenggelam begitu saja. Masukan dan desakan serta tuntutan berbagai LSM dianggap angin lalu. Sudirman Said yang sebelumnya dikenal sebagai tokoh Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI) tergolong sosok yang intens menyuarakan persoalan Petral dan mafia Migas. Karena itu bisa dipahami jika relatif mengetahui persoalan pengelolaan Migas yang dipenuhi mafia sehingga merugikan negara dalam jumlah sangat spektakuler.
Lalu apakah pernyataan Sudirman berarti merupakan fakta obyektif? Tak mudah menjawabnya. Sebab persoalan Petral kait mengkait membentuk benang kusut hingga sulit dicari ujungnya. Sampai saat inipun Faisal Basri, Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas, dihadapan anggota DPR belum menyebut nama sosok yang menjadi bagian dari mafia Migas. Bisa jadi ini isyarat betapa kuat jaringan mafia Migas itu.
Tudingan kepada Mantan Presiden SBY kalau benar ada, agaknya mungkin lebih bisa dipahami pada keterlambatan atau keraguan-keraguan yang sudah menjadi rahasia umum merupakan gaya kepemimpinannya. Bahwa sikap terlalu banyak pertimbanganlah atau yang agak ekstrim karena terlalu kuatnya tekanan yang tampak sebagai faktor penting mengapa persoalan Petral baru dibubarkan belakangan ini.
Masyarakat Indonesia secara umum mengetahui selama kepemimpian periode kedua Sby terlalu banyak pertimbangan hinffa memperlambat pengambilan keputusan kebijakan pemerintah. Yang paling mudah diingat terkait kebijakan subsidi BBM. Berbagai skema subsidi BBM termasuk kenaikan tak ada satupun terealisir.
Di era Presiden Jokowi, tampak begitu jelas. Harga BBM naik begitu harga minyak dunia naik. Lalu, harga BBM turun saat harga minyak dunia turun. Tak ada perdebatan atau wacana yang berkepanjangan. Begitulah. [*]