PAMEKASAN, koranmadura.com – Kendati data di atas kertas hasil produksi komoditi telur dari Pamekasan melimpah, harga telur yang dipatok peternak masih mengekor harga telur dari luar daerah. Tepatnya, mengacu pada harga telur hasil produksi Kabupaten Blitar.
Berdasarkan data di Dinas Peternakan (Disnak) Pamekasan, jumlah kebutuhan telur Pamekasan hingga Juni 2015 sebanyak 3.399 ton. Sementara jumlah produksi telur sudah mencapai 4.549 ton. Berdasarkan data itu, terdapat 1.150 ton telur yang overkuota (melebihi kebutuhan).
Kepala Dinas Peternakan (Disnak) Pemerintah Kabupaten Pamekasan Bambang Prayogi mengatakan. meskipun jumlah produksi telur masih lebih tinggi dibanding jumlah kebutuhan Pamekasan, pihaknya tidak memungkiri sekitar 10 persen telur yang beredar di pasaran Pamekasan merupakan pasokan telur dari Kabupaten Blitar.
Menurutnya, harga pasokan telur itu yang kemudian jadi rujukan harga hasil produksi telur Pamekasan, karena dengan hasil yang melimpah, telur Pamekasan masih kalah saing dengan telur yang datang dari Kabupaten Blitar.
“Di sana (Blitar) itu sudah peternakan yang kategori industri. Apalagi telur Blitar sudah menguasai pasar di Pamekasan sejak lama dan mempunyai jaringan yang kuat. Mungkin harga telur nasional itu juga berpatokan pada telur Blitar,” kata Bambang.
Tata niaga telur murni diserahkan sepenuhnya pada mekanisme pasar. Sehingga peredaran telur produksi Pamekasan bergerak bebas di wilayah Madura, mengikuti harga tertinggi. Makanya telur Pamekasan juga menyuplai kebutuhan Sampang dan Sumenep. Sebab saat harga telur di daerah lain tinggi, penjualan telur Pamekasan banyak mengarah ke daerah tersebut.
Salah satu penyebab telur Pamekasan kalah bersaing dengan telur Blitar, karena peternak ayam petelur di Pamekasan, tidak bisa memproduksi pakan ayam sendiri, dan harus membeli pakan jadi dari luar, sehingga biaya produksi cukup tinggi.
Padahal, pihaknya mengklaim peluang pasar bagi pengusaha atau peternak telur sudah cukup memadai. Hanya saja tingginya biaya produksi, karena anakan ayam petelur dan pakan ayam yang harus didatangkan dari luar daerah membuat hasil telur Pamekasan sulit bersaing di pasaran.
“Harga jual telur asal Blitar itu rendah, karena biaya produksinya juga rendah. Di sana (Blitar) sudah ada produksi pakan dan anak ayam telurnya. Itu yang juga membuat telur lokal sulit bersaing, kalau pangsa pasar sebenarnya sudah cukup baik,” ungkapnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Ketua Komisi II DPRD Pamekasan, Hosnan Ahmadi mengatakan belum imbang dengan akses pasar telur belum dipahami Pemerintah. Terbukti kendati dari peternak jumlah produksi telur tinggi, disebabkan akses pasar yang masih terkendala membuat hasil produksi telur peternak Pamekasan kalah bersaing dengan yang lama.
“Jadi sebenarnya, perilaku pasar yang tidak seimbang dengan jumlah produksinya, membuat Pamekasan masih terus mendatangkan telur dari luar, jadi seolah kebutuhannya lebih dari cukup. Makanya, peternak perlu dibantu akses pasar yang memadai,” kata Hosnan.
(ALI SYAHRONI/RAH)