BANGKALAN, koranmadura.com – Sikap Bupati Bangkalan Muhammad Makmud Ibnu Fuad yang tidak hadir dalam undangan paripurna membuat sebagian dewan menggeram. Ketidakhadiran Bupati dalam Rapat paripuna DPRD Kabupaten Bangkalan mencerminkan sikap arogansi seorang Bupati. Karena itulah, Ketua Fraksi PDI Perjuangan Suyitno menyarankan agar membuat mosi tidak percaya Bupati.
“Dalam melakukan hak interpelasi ini sebenarnya untuk melakukan pengawasan dan itu telah diatur dalam Undang-Undang No 32 tahun 2004 tentang pemerintahan. Kalau melihat sistem kepemimpinannya nampak kearogannya. Lebih baih kita melayangkan mosi tidak percaya kepada Bupati,” ucapnya.
Mosi tidak percaya dari Farksi PDI Perjuangan ini akan disampaikan ke Rapat Pimpinan (Rapim) DPRD Bangkalan. Kalau masalah ini terus dibiarkan, maka akan merusak tatanan pemerintahan. Sebab Bupati selalu melangkah dan mengambil kebijakan sendiri.
Sesuai mekanisme, ada dua langkah usulan yang bisa dilakukan, yaitu hak angket dan PTUN. Namun, PDIP lebih ke langkah politik somasi dan mosi tidak pecaya, karena mosi tidak percaya bisa melalui fraksi dan tidak melanggar tata tertib dewan.
”Bupati selalu mengambil kebijakan sendiri. Ini bisa merusak tatanan dan kita juga bisa mengambil kebijakan sendiri. Kalau ada pembahasan APBD, kita tidak usah hadir, kan jadi rusak. Makanya kebijakan ini harus disusun bersama-sama antara eksekutif dan legislatif, dan kita melakukan pengawasan,” ungkapnya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Bangkalan Fraksi Demokrat Abdurrahman menegaskan, sebaiknya Komisi Informasi (KI) dibubarkan. Hal tersebut merujuk surat Bupati Makmun Ibnu Fuad yang dikirimkan ke DPRD yang menyatakan secara gamblang bahwa keberadaan KI di suatu daerah tidak mutlak harus ada.
Bupati Bangkalan mengirimkan surat dengan nomor 130.1/3686/433.041/2015 kepada Pimpinan DPRD Bangkalan. Surat tersebut merupakan penjelasan tentang Pelantikan Anggota KI Kabupaten Bangkalan periode 2015-2019. Dalam surat ini, Bupati menyatakan sesuai dengan ketentuan pasal 24 ayat (1) UU No 14 Tahun 2008 tentang KIP secara kelembagaan, keberadaan KI sebenarnya tidak wajib ada. Sehingga secara hukum tidak memenuhi syarat untuk diajukan hak interpelasi.
”Jika memang KI tidak begitu penting, mengapa sejak awal Bupati membentuk timsel untuk menyeleksi anggota KI tersebut. Ini salah satu bukti ketidakpekaan Bupati. Buat apa ada KI yang sudah jelas membutuhkan anggaran ratusan juta. Tapi proses pelaksanaannya cacat hukum. Mending dibubarkan saja” ungkapnya.
(MOH RIDWAN/RAH)