Ibu Kartini atau lebih tepatnya Raden Ajeng Kartini merupakan seorang pahlawan yang dijuluki Pahlawan Emansipasi Perempuan. Emansipasi perempuan sendiri secara sederhana diartikan sebagai proses pelepasan diri para perempuan dari kedudukan sosial ekonomi yang rendah atau dari pengekangan hukum yang membatasi kemungkinan untuk berkembang dan untuk maju, serta usaha untuk mendapatkan hak politik, pendidikan maupun persamaan derajat.
Perjuangan Kartini dilatar belakangi kehidupan para perempuan pada zamannya yang pada umumnya hanya menjalankan kehidupan sebagai ibu rumah tangga. Apa yang dikerjakan ibu rumah tangga pada waktu itu juga terbatas pada tugas menjalankan fungsi sebagai istri, mengasuh anak, mengurus dapur, dan pekerjaan rumah tangga lainnya. Kartini melihat para perempuan pada waktu itu tidak memiliki hak dan kebebasan yang sama dengan kaum lelaki untuk mengenyam pendidikan tinggi. Dalam kondisi seperti itu Kartini juga melihat adanya kesenjangan intelektual di antara suami istri dalam hal pendidikan. Padahal untuk bisa membentuk keluarga yang baik, terutama dalam mendidik anak, selain diperlukan seorang ayah yang berpendidikan tinggi, juga diperlukan seorang ibu yang juga berpendidikan tinggi.
Berkat kerja kerasnya Sekolah Perempuanyang dinamai Sekolah Kartini akhirnya didirikan di Semarang pada 1912 oleh Yayasan Kartini.Lalu menyebar ke Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon dan daerah lainnya. Berkat jasanya maka setiap 21 April diperingati sebagai “Hari Kartini”.
Kartini Masa Kini
Berkat perjuangan Ibu Kartini perempuan di era sekarang bisa merasakan dampak yang sangat signifikan. Perempuan masa kini tidak lagi dipandang sebelah mata. Perempuan telah mampu mensejajarkan diri dengan laki-laki. Bahkan tak jarang kedudukan perempuan justru lebih tinggi dari laki-laki, semisal dalam bidang pekerjaan.
Misalnya di bidang politik, kaum perempuan sudah diakui eksistensinya. Bukti nyata dari hal tersebut dapat kita lihat dari sudah dilibatkannya perempuan dalam Pemilu/Pilkada. Bahkan kini telah muncul Pasal 65 ayat 1 UU (Undang-Undang) Nomor 12 Tahun 18 Februari 2003 yang berbunyi “Setiap partai politik peserta pemilu dapat mengajukan calon anggota DPR (Dewan Perwakilan Rakyat), DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) provinsi dan DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) kabupaten/kota untuk setiap daerah pemilihan dengan memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30%”. Keberadaan undang-undang ini telah membuka peluang bagi perempuan untuk berkiprah di bidang politik.
Di bidang ekonomi, tidak sedikit perempuan yang menjadi tulang punggung keluarga atau membantu suami bekerja. Bahkan, ada beberapa perempuan yang mengerjakan pekerjaan yang biasanya diidentikkan dengan laki-laki seperti sebagai supir bus, tukang becak, tukang ojek, maupun tukang parkir. Hal ini terlihat pada Perusahaan Transjakarta Busway yang memiliki banyak pengemudi perempuan maupun tukang ojek di salah satu pangkalan becak di Kampus USU.
Dalam bidang sosial, perempuan yang dulu lekat dengan stigma kasur, sumur, dan dapur sekarang telah mampu bangkit dan menggeser stigma kasar tersebut. Bahkan, dalam bidang sosial ini kaum perempuan telah mendapat perhatian dan jaminan khusus dari negara dari berbagai eksploitasi dan pelecehan. Kaum perempuan telah dilindungi oleh UU (Undang-Undang) pornografi dan pornoaksi yang sempat menyita perhatian khalayak. Telah dibentuk pula Kementerian Pemberdayaan Perempuan.
Dan kini berkat jasa Ibu Kartini banyak tokoh perempuan berprestasi bermunculan mulai dari Susi Susanti (mantan juara bulutangkis dunia), Megawati Soekarnoputri (Presiden Ke-5 RI), Tri Rismaharini (Walikota Surabaya) dan kini yang paling diidolakan dan dielukan masyarakat yaitu Menteri KKP Susi Pudjiastuti. Mereka adalah orang-orang yang telah mampu memaknai perjuangan Ibu Kartini dengan membekali diri dengan keahlian, pengetahuan, dan wawasan berfikir yang luas sehingga mendapat peran dan hak yang sama dengan laki-laki di bidang yang digelutinya.
Emansipasi Negatif
Emansipasi yang notabene digagas untuk menciptakan kesetaraan gender dalam artian kesetaraan hak dalam berbagai aspek kehidupan kini banyak disalahartikan bahkan disalahgunakan. Banyak perempuan di era modern ini memaknai emansipasi sebagai pemberontakan, perlawanan, persaingan, kebebasan tanpa batas bahkan menghilangkang kodratnya sebagai perempuan dan menyamakan diri secara gamblang dengan laki-laki. Bahkan dimaknai sebagai peniadaan peran laki-laki.
Cara berpikir demikian tentunya sangatlah keliru. Emansipasi memang adalah bentuk kebebasan kaum perempuan namun kebebasan juga ada batasnya.Ibarat demokrasi dan sistem liberalisme yang bebas namun terbatas, begitu pula dengan emansipasi.
Fenomena tersebut tentunya sama sekali tidak mencerminkan adanya upaya mengangkat martabat perempuan dan sebaliknya malah merendahkan harkat dan martabat para perempuan.
Subjek Pembangunan
Emansipasi yang Kartini maksud adalah adanya upaya oleh perempuan untuk mengambil peran dalam pembangunan bangsa dan negara. Perempuan harus meningkatkan partisipasinya dalam pembangunan ekonomi, sosial, politik dan bidang lainnya yang bersifat membangun bangsa ini. Misalnya, Menteri Susi ketika dalam tugas maka beliau memerankan perannya sebagai menteri yang tegas dan berani tak kalah garangnya dengan laki-laki, namun ketika beliau kembali ke rumah maka beliau tetap menjalankan perannya sebagai istri dan ibu yang emansipatif. Dan hal itulah yang juga dilakukan Kartini.
Bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak pernah melupakan sejarah dan jasa-jasa pahlawannya (Ir. Soekarno). Sebagai generasi penerus marilah kita menghargai, menjaga serta memperjuangkan apa yang telah diperjuangkan Kartini. Mari kita gelorakan semangat emansipasi Kartini dalam kehidupan kita untuk membangun bangsa yang lebih baik.“Habis gelap terbitlah terang,” Selamat Hari Kartini. [*]
Oleh: Firman Situmeang
Mahasiswa Sosiologi USU