
BANGKALAN | koranmadura.com – Sebanyak 4 warung yang berdiri di sekitar Jalan Raya Besel, Kelurahan Tonjung ditertibkan oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol-PP). Warga mendirikan warung tanpa mengantongi izin dari pemerintah setempat. Ada sekitar 107 petugas gabungan yang terjun ke lokasi untuk melakukan eksekusi. Sempat terjadi perdebatan antara petugas dengan pemilik warung. Mereka tidak terima jika dilakukan pembongkaran paksa. Khawatir apabila dikerjakan oleh petugas, material bangunannya banyak yang rusak. Sehingga mereka meminta waktu setengah hari untuk membongkar sendiri.
Ghozi Hanafi (47), salah seorang pemilik warung tidak terima dengan pembongkaran tersebut. Dirinya mengaku telah mendapatkan izin dari petugas PU Bina Marga dan Pengairan, karena kebetulan lokasinya berada di bantaran sungai. Sementara untuk izin resminya memang tidak ada. “Memang tidak ada izin resmi. Tapi dulu sudah dapat izin dari Dinas Pengairan. Katanya tidak apa-apa,” ujarnya, Rabu (27/4).
Dirinya kecewa atas tindakan Satpol PP yang semena-mena. Tindakan yang diambil oleh pihak aparat dengan cara melakukan pembongkaran harus menjunjung tinggi asas keadilan. Sebab, tidak hanya deretan kios miliknya yang harus dibongkar. Melainkan, deretan kios sepanjang ruas jalan Besel juga tidak memiliki izin resmi. “Kalau memang mau menertibkan, seharusnya tidak hanya warung yang berdiri di sebelah sungai. Kios yang berderet juga harus ditertibkan. Karena itu juga mengganggu jalan,” ungkapnya.
Sementara itu, Kepala Satpol PP Bangkalan, Ram Halili mengatakan, pembongkaran tersebut merupakan tindakan terakhir setelah para pemilik warung diberikan tenggang waktu untuk berpindah. Mereka diberi kesempatan selama kurang lebih 3 bulan untuk mensterilkan warung tersebut. “Kita sudah berikan waktu kepada mereka. Akan tetapi waktu itu masih disia-siakan. Mereka tetap tidak mau pindah,” ujarnya.
Dia menuturkan, sejak 3 bulan yang lalu pihaknya telah melakukan MoU dengan pihak yang bersangkutan. Dalam perjanjian tersebut tertuang kesepakatan untuk dilakukan pembongkaran, hingga pada pertengahan April. Namun, para pemiliki warung tak kunjung menepati apa yang telah menjadi kesepakatan. Pada akhirnya, Satpol PP masih memberikan toleransi waktu selama kurang lebih 12 hari. Akan tetapi, sampai pada batas waktu tersebut mereka tak kunjung membongkar warungnya.
“Akhirnya, kami beserta satuan petugas gabungan dari Dishub, Polres, Pomal, dan PU Cipta Karya terjun ke lapangan untuk mengeksekusi bangunan tersebut,” jelasnya.
Sesampainya di lapangan, para pemilik warung tidak terima dan memberontak kepada petugas. Beruntung,setelah dilakukan negoisasi akhirnya mereka memilih untuk membongkar sendiri dengan dibantu Satpol PP. Eksekusi berlangsung selama kurang lebih 2 jam. (YUSRON/ORI/RAH)