Ribut-ribut antara transportasi online dan konvensional beberapa waktu lalu sudah diprediksikan sebelumnya. Pertarungan antar kepentingan menyangkut hajat hidup itu merupakan kenyataan tak terhindarkan. Begitulah kehidupan. Selalu ada pertarungan, kompetisi keras dalam memenuhi kebutuhan hidup.
Kadang muncul rasa belas kasihan pada transportasi konvensional yang ladangnya tergerus habis. Merebak pula keinginan memberikan proteksi atau perlindungan dalam bentuk berbagai regulasi. Tapi sehebat apapun sebuah perlindungan jika yang dilindungi tak berobah, tetap merasa nyaman tanpa menyadari serbuan kekuatan pesaing baru, persoalan akan terus muncul.
Seorang kawan yang melakukan survey sederhana memberi gambaran menarik. Transportasi online ternyata tidak hanya menggerus lahan transportasi konvensional. Di sisi lain transportai online ternyata banyak menggoda para pekerja kantoran untuk hengkang. Alasannya sederhana. Penghasilan transportasi online ternyata sangat menjanjikan. Alasan lainnya kerjanya relatif santai.
“Kalau kerja di transportasi online kami bisa lebih banyak waktu bersama keluarga. Kami hanya sibuk pada jam-jam kerja dan pulang kerja. Setelah itu bisa santai. Jauh sekali dibanding kerja kantoran yang sepanjang hari dari pagi hingga sore mendekam di kantor. Belum lagi waktu perjalanan,” ungkap hampir seluruh responden dadakan itu.
Untuk masyarakat Jakarta dan kota besar lainnya yang tingkat kemacetan luar biasa berbagai alasan itu sangat rasional. Namun demikian tetap saja terbetik gambaran kenyataan rendahnya etos kerja masyarakat negeri ini. Kata-kata lebih banyak santainya, tak perlu susah payah adalah potret riil rendahnya etos kerja masyarakat.
Di luar persoalan etos rendah berbagai fakta konflik antara transportasi online dan konvensional ini sebenarnya memberi gambaran tentang bagaimana belantara persoalan persaingan kehidupan ekonomi di tengah masyarakat. Mereka yang siap bersainglah dapat eksis. Mereka yang mampu membaca keinginan pasar dapat melanjutkan kehidupan.
Karena itu berbagai perlindungan dalam bentuk regulasi pada transportasi konvensional akan sia-sia belaka. Apalagi bila sekedar melakukan perlawanan melalui berbagai tindakan kekerasan seperti terjadi beberapa waktu lalu.
Ini belantara persaingan kehidupan. Siapa yang mempu mengembangkan ide-ide kreatif, memberikan pelayanan terbaik dengan harga relatif terjangkau akan diterima masyarakat. Apalagi ketika fakta masyarakat membutuhkan.
Sekedar perbandingan dari segi harga saja, terasa jauh. Transportasi ojek konvensional tarifnya dua kali lipat lebih tinggi ketimbang ojek online. Belum lagi memperhitungkan kemudahan transportasi online. Para penumpang tinggal menunggu di rumah, keamanan lebih terjamin karena identitas semua terdata, penampilan pengendara juga relatif rapi. Jadi tanpa berpikir nyelimetpun terlihat jelas bahwa transportasi online melaju lebih cepat.
Dengan kondisi terpapar jelas itu langkah terbaik adalah bagaimana mendorong transportasi konvensional berbenah. Bukan justru melindungi dengan secara tidak langsung “memundurkan” berbagai pelayanan servis transportasi online. Doronglah transportasi konvensional berbenah dengan tentu saja ada pengaturan adil, memberi kesempatan bersaing secara fair, terbuka tanpa ada perlakuan khusus pada keduanya.
Ini lebih masuk akal ketimbang mengutak-atik memberi proteksi khusus pada transportasi konvensional. Sebab realitas persaingan yang sekarang terjadi makin lama akan berlangsung makin ketat dan keras tanpa ada kekuatan yang dapat mencegah. Siapapun harus berbenah, bersiap-siap tanpa kecuali. Lebih-lebih ini dunia jasa, yang menuntut pelayan dan kepercayaan.
Jangan lupa, apa yang terjadi sekarang belum sepenuhnya melibatkan kekuatan utuh dari pesaing luar negeri. Ingat, negeri ini sudah menandatangani kesepakatan kerja sama Masyarakat Ekonomi Asia (MEA) serta APEC yang mulai berlaku pada tahun 2020. Dua era itu menuntut kesiapan masyarakat negeri ini bersaing ketat dan keras.
Globalisasi ekonomi adalah keniscayaan yang tak terhindarkan, yang mengharuskan siapapun berbenah dan bukan merengek-rengek. Yang penting berikan ruang terbuka persaingan secara fair, jujur dan adil. Begitulah. (*)
