SAMPANG, koranmadura.com – Sekretaris Dinkes Sampang, Asrul Sani mengatakan hingga 2016 lalu, tercatat ada sebanyak 100 kasus yang mengalami gangguan jiwa berat. Tersebar di 14 kecamatan. Akibatnya mereka harus dipasung.
Di antara mereka sudah ada yang dapat disembuhkan. Jumlahnya 16 orang. Mereka sudah terbebas dari pasung. “Yang benar-benar bebas baru ada 16 orang terbebas dari pasung. 65 orang dalam perawatan. Sisanya masih belum dirawat secara intensif karena hubungan keluarga maupun masyarakat masih kurang. Tapi, meski sembuh, mereka tetap minum obat. Bisa saja minum obat itu seumur hidup, ada juga sebentar. Dua aspek itu tetap melekat,” katanya, Kamis, 6 April 2017.
Meski terbebas pasung dan bisa besosialisasi dengan masyarakat, menurut Asrul, mereka tetap dalam pengawasan keluarga, masyarakat, maupun petugas kesehatan, untuk menjaga kemungkinan gangguan jiwa yang dialami sebelumnya kambuh akibat interaksi kurang baik dari lingkungan sekitar.
“Memang butuh waktu, karena apabila sakit gangguan jiwanya lama, maka pengobatannya juga membutuhkan waktu yang lama juga,” terangnya.
Oleh karena itu, pihaknya harus menyediakan pelayanan di level bawah untuk mendeteksi gangguan jiwa sedini mungkin. Dan saat ini pula, puskesmas sudah mempunyai mekanisme untuk menentukan orang tersebut menderita gangguan jiwa ringan, sedang, atau berat.
“Kalau pun ada yang mengalami gangguan jiwa ringan, kami telah menyediakan obat-obatan di Puskesmas. Tapi, jika gangguan jiwanya akut, sedang, atau berat, maka harus dirujuk ke RSUD karena telah ada spesialis jiwa (psikiater),” ucapnya.
Penyakit gangguan jiwa tersebut disebabkan seseorang mengalami masalah baik perekonomian, daya saing, maupun persoalan lainnya, sehingga orang tersebut merasa sedih dan putus asa. Kemudian masalah yang menyebabkan demikian itu dibiarkan berlarut-larut. Oleh karenanya, persoalan tersebut harus segera diselesaikan. Perlu juga dukungan keluarga maupun masyarakat. (MUHLIS/RAH)
