JAKARTA –Bank Indonesia (BI) harus memanfaatkan momentum akuisisi DBS Group terhadap PT Bank Danamon Indonesia Tbk untuk menekan Monetary Authority of Singapore (MAS) agar memberikan izin bank BUMN membuka kantor cabang di Singapore. Sebab banyak peluang bisnis perbankan yang bisa ditangkap bank BUMN jika BI mampu memberlakukan asas resiprokal dengan Singapura. ” Bukan cuma remittance saja, tetapi juga yang lain,” ujar Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada (UGM), A Tony Prasetiantono di Jakarta, Minggu (26/5).
Tony menilai, ada tiga bank BUMN yang memiliki kemampuan melakukan ekpansi bisnisnya di Singapura. Tiga bank BUMN tersebut yaitu, PT Bank Mandiri Tbk, PT Bank Negara Indonesia Tbk dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. Karena itu, BI harus terus melobi MAS agar ketiga bank BUMN dapat membuka kantor cabang di Singapore.
Tony menilai, banyak peluang bisnis perbankan yang bisa ditangkap bank BUMN jika asas kesetaraan ini bias diterapkan. Selain bisnis remittance, bank BUMN juga bias menangkap peluang dari kegiatan ekspor dan impor. “Soalnya, mayoritas aktivitas ekspor dan impor Indonesia dilakukan melalui Singapore. Ini harus ditangkap,” tegas Tony.
Tony yakin, kapasitas Agus Martowardojo sebagai Gubernur BI mampu memberlakukan asas resiprokal antara industri perbankan nasional dengan luar negeri. “Agus Martowardojo adalah mantan bankir komersial, pernah lima tahun menjadi Dirut Bank Mandiri. Dia amat memahami perbankan komersial, sehingga pasti tahu apa yang mesti dilakukan untuk mewujudkan asas resiprokal,” papar dia
Saat ditemui di Gedung Mahkamah Agung Jakarta, Agus Marto mengatakan, guna dapat menerapkan asas resiprokal dengan beberapa negara lain, maka BI akan berdiskusi dengan sejumlah otoritas moneter. “Kalau ada upaya keluar negeri, asas resiprokal itu harus dihormati. Tetapi, memang tidak bisa tanpa pemikiran dan hanya jadi slogan,” ujar Agus Marto akhir pekan lalu.
Dengan demikian, terang dia, pemberlakuan asas resiprokal mesti melewati komunikasi dan koordinasi yang dilakukan tanpa tergesa-gesa. “Harus ada diskusi dengan otoritas moneter di luar negeri supaya terbangun resiprokal. Dan, kami akan menghormati peraturan-peraturan yang ada,” katanya.
Peran Pemerintah
Ketua Perhimpunan Bank-Bank Nasional (Perbanas), Sigit Pramono mengatakan demi mendukung bank-bank BUMN berekspansi di luar negeri, tidak hanya dibutuhkan asas resiprokal BI. Peran pemerintah dan bank sentral kedua negara juga sangat menentukan.”Ini harus negosiasi antar pemerintah dan bank sentral, tidak hanya dibebankan kepada BI saja,” ujar dia.
Terkait kesulitan bank lokal menembus pasar luar negeri, diakui Sigit bukan dikarenakan aturan yang ketat. Akan tetapi ada beberapa negara yang memang memperketat kehadiran bank-bank asing. “Itu kuncinya. Jadi jangan disamakan dengan di Indonesia yang memang sejak 1999 sudah longgar terhadap bank-bank asing,” ujar Sigit.
Singapura merupakan negara yang sangat ketat dalam memberikan izin, dan menghindari pemberian izin untuk asing masuk ke segmen ritel. Meski begitu, diskusi antar kedua belah pihak untuk membuat komitmen terus berlangsung.
“Kita tidak bisa mundur dan memaksa bank asing untuk membuka diri, itu hanya karena isu menyangkut Malaysia dan Singapura saja. Padahal selama ini persoalannya kalau modalnya kuat ekspansi ke negara manapun tidak masalah,” ujar Sigit.
Sebelumnya, Mantan Gubernur BI, Darmin Nasution sempat mengatakan bahwa Bank Sentral baru akan menyetujui akusisi DBS-Danamon, jika MAS sudah menyampaikan komitmen tertulis kepada BI terkait ketersediaannya memberikan kelonggaran bagi bank-bank BUMN untuk beroperasi di Singapura.
Menurut Darmin, sejauh ini MAS sudah memberikan komitmennya untuk memberikan kelonggaran berusaha bagi PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk dan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. “Komitmen sudah disampaikan. Kalau memuaskan, kami mau memberikan yang 67 persen itu,” kata Darmin. (gam/bud)