Islam Nusantara Nahdatul Ulama (NU), Islam Berkemajuan Muhammadiyah merupakan pemahaman keagamaan khas Indonesia. Sebuah proses keterikatan keagamaan bertitik tolak dari kultur lokal bernama Indonesia, yang memiliki kekhasan budaya. Islam kontekstual bersemangat keindonesiaan yang memiliki keanekaragamaan dalam berbagai hal seperti budaya, adat istiadat, bahasa, suku dan lainnya.
Apakah ini berbeda dengan Islam yang diturunkan di tanah suci Makkah? Sudah pasti tidak ada perbedaan dengan agama Islam yang dibawah oleh Nabi Muhammad SAW. Penyebutan Islam Nusantara bukanlah sebuah Islam baru yang berbeda. Islam Nusantara sekedar sebuah kosa kata tentang keterikatan keagamaan khas Indonesia, yang ramah, bersahabat, tidak kaku, serta jauh dari tindak kekerasan.
Demikian pula Islam Berkemajuan Muhammadiyah bukanlah sebuah Islam baru. Seperti Islam Nusantara, apa yang dikembangkan Muhammadiyah lebih merupakan penekanan nilai Islam agar lebih dinamis dalam mendorong kemajuan masyarakt Indonesia. Lagi-lagi di sini sebuah pemahaman keagamaan khas Indonesia.
Di negara lain sangat mungkin keterikatan keagamaan keislaman bersifat kontekstual, diwarnai latar belakang budaya. Ada proses interaksi antara ajaran agama Islam dengan budaya lokal. Perilaku masyarakat setempat mempengaruhi cara beragamanya. Tak usah jauh-jauh membandingkan dengan negara berbeda. Di negeri ini saja, keterikatan keagamaan masyarakat Jawa dan Sumatra memiliki langgam berbeda. Antara masyarakat muslim Jawa Timur dan Jawa Barat saja pada beberapa sisi memiliki langgam berbeda.
Perbedaan-perbedaan itu bukan melahirkan agama Islam baru tetapi lebih pada langgam, gaya, sudut pandang dan lainnya. Bukan pada subtansi keislaman tetapi lebih pada asesorisnya. KH. Hasyim Muzadi menyebutnya sebagai perbedaan ibnul furu’ atau anak ranting. Tuhannya sama yaitu Allah Subhanahu wata’ala, Nabinya adalah Muhammad bin Abdullah, Kitabnya Alqur’an, rukun iman dan Islamnya sama. Yang berbeda misalnya, ada yang memilih taraweh 11 rakaat, ada yang bersemangat 23 rakaat; atau ada yang kalau sholat subuh membaca qunut ada yang tidak membaca qunut.
Pemahaman perbedaan keterikatan keagamaan yang dipengaruhi budaya ini penting agar masyarakat Islam Indonesia tidak mengalami inferioritas budaya dalam keterikatan keagamaan keislaman. Tidak perlu meniru gaya keislamanan Timur Tengah, yang karena faktor budayanya beraroma panas mudah terjebak konflik. Tidak perlu meniru berbagai budaya negara lain dalam memahami nilai-nilai Islam karena tiap negara memiliki cara pandang, persepsi lain hingga berbeda muatan keterikatan keagamaannya.
Karakter budaya sebuah masyarakat adalah kenyataan yang tak terbantahkan. Seperti masyarakat Indonesia yang memiliki kerahamahan, kelembutan, persaudaraan, sikap menghargai perbedaan, menghormati budaya kesenian dan lainnya. Semua itu mempengaruhi keterikatan keagamaan keislaman. Asal tidak bertentangan dengan ajaran Islam, berbagai perilaku budaya yang hidup di tengah masyarakat itu diadopsi oleh agama Islam.
Islam turun di tanah Arab tidak dalam ruang kosong budaya. Di sana sebelumnya telah hidup dan berkembang budaya Arab. Islam berinteraksi dengan budaya Arab. Hal-hal yang baik dan sejalan ajaran Islam dibiarkan dan diberi muatan nilai Islam, yang tak sejalan diperbaiki dan diluruskan.
Dalam perkembangan Islam ke berbagai negara pengalaman persentuan dengan budaya terjadi pula. Bukan Islam yang dipengaruhi budaya tetapi Islam menghargai budaya setempat selama tidak bertentangan secara diametral dengan ajaran Islam. Karena itu jadilah muslim Indonesia, yang memiliki keramahan, menghargai perbedaan, jauh dari tindak kekerasan. Sebuah keterikatan keislaman yang insya Allah dapat lebih berpeluang mewujudkan kedamaian.