JAKARTA – Pemilik PT Artha Graha Group, Tomy Winata mengaku tidak akan mengalami kerugian dengan menjual daging sapi seharga Rp70.000 per kilogram. Kemarin (22/7), Kementerian Perdagangan menggelar operasi pasar di sejumlah titik dengan menjual daging sapi seharga Rp70.000, sehingga harga daging di beberapa lokasi tertekan menjadi berkisar Rp75-80 ribu per kilogram.
“Kami ingin harga daging menjadi wajar. Dengan harga Rp70 ribu per kilogram sekalipun, kami pun tidak rugi sampai ke tingkat akhir. Kami tidak rugi, hanya untungnya tidak ada,” kata Tomy di Jakarta, Senin (22/7).
Tomy mengatakan, peternakannya di Jonggol, Jawa Barat sudah melakukan pemotongan sekitar 600 ekor sapi dan siap didistribusikan ke pasar. Kalangan peternakan lainnya juga sudah mendapatkan dukungan untuk mendistribusikan, sehingga harga kembali normal. “Kami coba terus lakukan pemotongan sapi sampai harga normal. Kami coba sampai H-1 Lebaran. Supaya masyarakat lain bisa nikmati,” ujarnya.
Dia menambahkan, sebagai peternak mereka akan berupaya mendistribusikan semaksimal mungkin sampai harga stabil. “Ini tinggal hati nurani yang memanggil, karena dengan harga Rp70 ribu per kilogram kami tidak rugi. Kami mendistribusikan secara langsung, pokoknya sekarang kita jual di luar harga normal,” paparnya.
Sementara itu, Direktur Utama Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog), Sutarto Alimoeso mengatakan, pihaknya siap untuk menurunkan harga daging sapi di daerah. Sebagai langkah awal, kata dia, Bulog akan segera menyalurkan daging ke Jawa Barat.
Sutarto mengatakan, Bulog tidak hanya menyalurkan daging impor miliknya ke wilayah Jakarta, Bogor, Depok Tangerang dan Bekasi. Pada pekan ini Bulog akan intensif menyalurkan daging ke berbagai daerah. “Misalnya, di Jawa Barat. Sudah ada pembicaraan dengan Gubernur Jawa Barat,” kata Sutarto.
Dia mengungkapkan, tidak menutupkemungkinan bagi Bulog untuk menyalurkan daging ke daerah-daerah lain, selain Jawa Barat. “Penyalurannya tergantung dengan permintaan dari daerah yang mengalami kekurangan pasokan dan harganya masih tinggi,” papar Sutarto.
Menurut Sutarto, dari total kuota impor Bulog sebanyak 3.000 ton daging, sebanyak 400 ton sudah didatangkan dari Australia hingga kini telah terealisasi 400 ton. Selanjutnya, sebanyak 200 ton daging impor akan disalurkan ke sejumlah daerah. “Yang sudah terjadwal masuk melalui Pelabuhan Tanjung Priok sekitar 100 ton. Sisanya, melalui Bandara Soekarno-Hatta,” katanya.
Sebelumnya, Menteri Pertanian, Suswono mengklaim operasi pasar daging sapi maksimal Rp85.000 per kilogram oleh Bulog akan menurunkan harga daging sapi di seluruh wilayah Indonesia. “Jakarta itu barometer. Kalau harga daging sapi di Jakarta turun, maka akan menurunkan harga daging sapi lainnya di Tanah Air,” tutur Suswono.
Menurut Suswono, saat ini harga daging sapi di Jakarta telah menjadi referensi harga daging sapi di daerah lain. Dia mencontohkan, saat dirinya mengunjungi Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), harga daging sapi juga menyentuh level Rp100 ribu per kilogram. Padahal, di Kabupaten Sumbawa, harga daging sapi hanya senilai Rp65 ribu per kilogram.
“Pricemaker di Jakarta itu 56 persen dibentuk oleh feedlotter (tempat penggemukan sapi). Sisanya, dari peternakan daging sapi berasal dari peternakan di sejumlah daerah di Banten, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Di luar itu, daging sapi dari daerah lain tidak turun,” terang Suswono.
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, Syukur Iwantoro mengatakan, feedloter berdalih mahalnya harga daging sapi eks impor, karena sudah menyamai harga di tingkat sapi peternak.
Padahal, feedloter membeli seharga Rp29 ribu per kilogram bobot hidup dengan menggemukan selama tiga bulan setara Rp70 ribu per kilogram daging. “Dengan menjual mencapai Rp90 ribu per kilogram daging pun sudah diluar kewajaran,” ucapnya. (gam/bud)