SUMENEP – Puluhan rumah di Desa Nambakor Kecamatan Saronggi, Rabu (12/6), terendam banjir setelah diguyur hujan selama tiga hari. Suhartiningsih, warga setempat, mengatakan, mengatakan sudah sejak dua hari yang lalu ratusan rumah di desanya terendam banjir. Jika hujan belum reda, mereka harus mengungsi.
Banjir yang menimpa desa Nambakor, merupakan dampak dari meluasnya banjir di sungai Kebunagung, dan kali Saroka. Menurutnya, bila hujan deras mengguyur lebih dari lima jam, bisa dipastikan desanya akan dilanda banjir.
Terjadinya banjir disebabkan oleh saluran air yang semakin menyempit sejak adanya lahan pegaraman milik salah satu perusahaan garam yang sudah berlangsung sekitar 27 tahun yang lalu.
Siti, warga Dusun Cemara Desa Nambakor, bercerita kondisi desanya sebelum tahun 1986. Katanya, dulu semasa masih muda sebelum lahan pegaraman digarap seperti sekarang, desanya tidak pernah direndam banjir. Pada waktu itu saluran air besar mampu dilalui aliran air deras. “Dulu tidak seperti ini, Pak. Air berjalan lancar dan air tidak pernah meluap ke rumah-rumah warga,” katanya di rumahnya yang terendam banjir.
Namun, sejak lahan pegaraman digarap oleh perusahaan garam, saluran air semakin menyempit dan air tidak mengalir dengan lancar, sehingga ketika terjadi hujan meluap dan merendam rumah-rumah warga.
Warga cemas. Bukan hanya karena khawatir terjadi banjir yang lebih besar, tapi air yang tidak surut berpotensi menimbulkan penyakit. Air biasanya baru surut satu minggu kemudian. “Kami khawatir, Sebab genangan air berpotensi menjadi sarang nyamuk.” resahnya.
Kepala Desa Nambakor Abd Su’ud mengatakan, sebagian warga sudah mengungsi. “Sekarang ini sekitar 30 rumah yang terendam banjir. Bahkan, sebagian (warga) terpaksa mengungsi ke tetangganya yang lain karena rumah yang terendam tidak bisa ditempati,” terangnya.
Pihaknya mengaku sudah berulangkali mengadukan persolan banjir di desanya kepada pemerintah daerah. Namun, belum juga ada langkah kongret. Katanya, setiap kali dilanda banjir hanya dikunjungi tanpa ada solusi kongret untuk melepaskan desanya dari bencana banjir. “Beberapa waktu lalu, Wakil Bupati sudah mengunjungi langsung ke lokasi, dan melihat suasana di lokasi banjir. Namun, upaya untuk memperlebar saluran air belum juga terwujud,” keluhanya.
Banjir menakibatkan aktivitas warga lumpuh, dan kegiatan belajar mengajar di sekolah diliburkan. Sekitar 48 hektar tanaman padi terancam padi gagal tanam.
Panggil PT Garam
Kepala Badan Penanggulangan Bencana BPBD Sumenep Mohammad Fadilah mengatakan, pihaknya dalam waktu dekat akan duduk bersama dengan semua instansi terkait guna mencarikan solusi. Ia tidak membantah banjir yang seringkali terjadi di Desa Nambakor karena kondisi saluran yang ada sudah tidak dapat menampung aliran air deras, dan diperparah adanya lahan pegaraman yang semakin mempersempit saluran air.
“Ya kami sepekat dengan sejumlah SKPD, baik dinas pertanian maupun pengairan untuk duduk bersama, termasuk memanggil pihak perusahaan PT Garam selaku pemilik lahan pegaraman yang diduga olah masyarakat setempat menjadi pemicu terjadinya banjir,“ ungkapnya.
Hal yang sama juga di sampaikan Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Sumenep Bambang Heriyanto. Menurutnya, luapan air di Desa Nambakor tidak hanya merendam rumah warga, tetapi meluas hingga merendam puluhan hektar pertanian. Musim tanam tahun ini di Desa Nambakor diprediksi gagal tanam dan gagal panen.
“Kami sepekat karena titik persoalannya menganai saluran air. Maka perlu ada satu kesepahaman semua instansi sehingga nasib petani dapat teratasi,“ ucapnya.
Intensitas hujan tiga hari terakhir, kata Bambang, selain merendam tanaman padi di Desa Nambakor juga merendam puluhan hektar tanaman padi di tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Lenteng, Saronggi dan Batuan.
“Rinciannya, 48 hektar Kecamatan Saronggi, 22 Kecamatan Lenteng dan 8 hektar Kecamatan Batuan. Sedangkan kerugian akibat bencana ini diperkirakan menelan sedikitnya Rp. 200 juta rupiah,” pungkasnya.
Garam
Selain padi yang terancam gagal panen, hektaran garam juga terancam gagal panen. Petani garam mulai resah, lantaran kondisi cuaca yang tidak menentu belakangan ini dikhawatirkan terus berlanjut.
Salah seorang petani garam asal Desa Karanganyar, Kecamatan Kalianget, Ahmad,
mengatakan, saat ini, petani garam di daerahnya belum melakukan aktivitas apapun terkait dengan persiapan produksi garam. Padahal, jika mengacu pada tahun sebelumnya, sejak awal bulan Mei para petani garam biasanya sudah mulai melakukan penggarapan lahan garam untuk persiapan produksi.
”Namun sampai saat ini tidak satupun petani garam yang melakukan aktivitas persiapan penggarapan lahan, karena hujan terus turun. Untuk memulai garap lahan harus dalam kondisi tidak turun hujan,” kata Ahmad, Rabu (12/6).
Mereka khawatir hujan terus berlanjut seperti yang terjadi pada tahun 2010 lalu. Jika kekhawatiran itu benar-benar terjadi, para petani tidak bisa memproduksi garam. Kecamatan Kalianget mayoritas menggantungkan kehidupannya pada hasil produksi garam, sehingga apabila tahun ini kembali tidak bisa memproduksi, diperkirakan akan berdampak terhadap perekonomian masyarakat.
”Mayoritas masyarakat di sini (wilayah Karang Anyar, Kalianget, red) menggantungkan kehidupannya pada hasil tani garam. Jika sampai terjadi cuaca seperti tahun 2010 lalu, dipastikan akan berdampak negatif pada masyarakat,” urainya.
Dia menjelaskan, jika kondisi cuaca tidak menentu itu terus berlalu, petani garam dikhawatirkan harus cari hutangan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, sebab pekerjaan alternatif, seperti budi daya ikan dan melaut hasilnya relatif kecil dan dipastikan tidak cukup memenuhi kebutuhan mereka. ”Pekerjaan alternatif sangat kecil untuk kami lakukan, meski ada hasilnya pun juga kecil,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Kalianget, Joko Sulistiyo, memprediksi, cuaca di musim kemarau tahun ini normal,
tidak akan terjadi kemarau basah seperti yang dikhawatirkan petani pada tahun 2010 lalu. Menurutnya, meski belakangan ini sering turun hujan, hal tersebut diperkirakan hanyalah gejala pancaroba atau perubahan musim dari penghujan ke kemarau.
”Kalau tahun ini insya Allah tidak akan terjadi cuaca seperti tahun 2010 lalu, jadi masyarakat tidak perlu khawatir. Seringnya turun hujan belakangan ini kemungkinan karena pengaruh perubahan musim dari penghujan ke kemarau,” ungkapnya. (sae/athink/rif/mk)