JAKARTA-Keinginan Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah berangkat menunaikan ibadah haji terpaksa batal. Pasalnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara resmi melarang orang nomor satu dalam dinasti politik Banten itu bepergian ke luar negeri. Atut dicegah karena diduga mengetahui perkara suap yang menjerat adik kandungnya, Tubagus Chaeri Wardhana alias Wawan dengan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) nonaktif, Akil Mochtar. “Tentu kalau dia (Ratu Atut) koordinasi, tergantung pimpinan mengizinkan atau tidak. Yang pasti, sejak tanggal 3 Oktober 2013 sudah diperintahkan dicegah bepergian ke luar negeri,” kata Jurubicara KPK, Johan Budi Sapto Prabowo, di Jakarta, Selasa (8/10).
Dia tak mau berspekulasi sebab selama ini belum pernah ada orang yang statusnya dicegah malah minta izin untuk melaksanakan ibadah haji. “Jadi kan belum pernah ada orang yang dicegah kemudian ingin pergi haji. Jadi saya tidak bisa menjawab. Nanti bisa berkoordinasi dengan KPK, tergantung pimpinan yang memutuskan,” ucap Johan Budi.
Selain Ratu Atut, KPK juga telah melakukan pencegahan ke luar negeri terhadap pasangan Calon Bupati Lebak, Banten, Amir Hamzah dan Kasmin. Pasangan calon yang kalah dan menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) itu resmi dicegah selama 6 bulan ke depan sejak 7 Oktober 2013. Dalam surat yang dikirimkan KPK, kata dia, dituliskan pencegahan dilakukan terkait penyidikan perkara suap sengketa Pemilu Kada Kabupaten Lebak, Banten.
Dia pun menuturkan, tidak ada pencegahan lainnya. “Masih dua orang, belum ada yang lain,” ujar Kepala Bagian Tata Usaha dan Humas Direrktorat Jenderal Imigrasi, Heriyanto, saat dihubungi wartawan, Selasa (8/10).
Amir-Kasmin adalah pasangan calon yang kalah dan menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Adapun dalam kasus ini KPK telah menetapkan Tubagus Chaeri Wardhana sebagai tersangka karena diduga telah menyuap Ketua MK non-aktif, Akil Mochtar. Dia diduga memberi suap Rp1 milliar ke Susi untuk diteruskan kepada Akil Mochtar.
Sebelumnya, KPK mencekal pada 3 Oktober 2013, karena diduga mengetahui perihal kasus dugaan suap sengketa Pilkada Lebak, Banten yang telah menjerat adiknya, Tubagus Chaeri Wardhana alias Wawan sebagai tersangka.
Wawan sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap sengketa Pilkada Kabupaten Lebak. Dia ditangkap beberapa saat setelah KPK menggelandang Ketua MK, Akil Mochtar. Pemberian suap Rp1 miliar kepada Akil diduga dilakukan Wawan atas arahan Ratu Atut.
Menurut Johan, pencegahan ke luar negeri dilakukan agar sewaktu-waktu keterangannya dibutuhkan tak sedang berada di luar negeri. Adapun keduanya dicegah lantaran diduga mengetahui mengenai dugaan suap sengketa Pilkada di Kabupaten Lebak, Banten.
Amir-Kasmin adalah pasangan calon yang kalah dan menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pada selasa 1 Oktober lalu, Akil memutus sengketa Pilkada itu dengan memerintahkan adanya pencoblosan ulang
KPK segera mengagendakan pemanggilan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah. Ratu Atut akan diperiksa sebagai saksi untuk mengungkap kasus suap yang melibatkan Akil Mochtar agar menjadi terang benderang. “Atut itu sudah dicekal sesuai aturan, agar dia bisa komunikatif dan memberi keterangan selebar-lebar dan terang benderang terkait kasus yang menyebut-nyebut nama dan keluarganya,” kata Ketua KPK, Abraham Samad di Jakarta, Selasa (8/10).
Dia uga kembali menegaskan bahwa Akil Mochtar bisa dipastikan tidak sendirian dalam kasus tersebut. “Pasti ada orang lain yang terlibat, termasuk hakim konstitusi,” tegasnya.
Bantuan Hukum
Sementara itu, Ketua DPP Partai Golkar, Hajriyanto Tohari menegaskan tidak akan memberikan bantuan hukum kepada Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah yang dicekal oleh KPk untuk berpergian ke luar negeri. “Partai Golkar tidak akan memberikan pembelaan atau bantuan hukum, kecuali yang bersangkutan yang meminta (bantuan hukum),” tegas Hajriyanto di gedung DPR, Selasa (08/10.
Menurut Wakil Ketua MPR ini, Golkar sudah mempunyai sikap standar seperti itu. Terlebih soal ada kader partai Golkar yang tersangkut kasus korupsi. “Ketika menghadapi persoalan beberapa kadernya tersangkut dalam kasus koruspi, maka sikap partai Golkar seperti itu,” cetusnya.
Namun demikian, kata dia, Partai Golkar tetap akan menghormati dan menghargai proses yang berlangsung di KPK. Dan partainya menurut Hajri sapaan Hajriyanto tidak akan pernah menghambat dan juga menghalang-halangi proses hukum yang tengah berjalan di KPK. “Partai Golkar menghormati langkah KPK, karena partai Golkar berpendapat KPK memang merupkan lembaga negara yang memiliki pungsi dan kewenangan untuk pemberantasan korupsi,” pungkas dia. (gam/aji)