SURABAYA – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur mengembalikan berkas kasus jasa pungutan (japung) dengan tersangka Mantan Walikota Surabaya, Bambang Dwi Hartono ke penyidik kepolisian untuk diperbaiki.
“Masih P-19,” ujar Kepala Sub-Bidang Penerangan Masyarakat Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Timur, AKBP Bambang Cahyo Bawono, Rabu (15/1).
Menurut Bambang, secara materiil maupun formil, berkas tersebut dinilai belum lengkap oleh Kejaksaan. Namun ia tidak menjelaskan detail bukti-bukti apalagi yang masih belum ada. “Segera dilengkapi,” ungkapnya.
Mengenai berapa lama penyidik bisa melengkapi berkas kasus korupsi jasa pungutan senilai Rp720 juta itu, lanjut Bambang, pihaknya belum bisa memastikan. Ia juga tidak bersedia menjelaskan mengapa berkas yang diserahkan polisi dinilai belum lengkap.
Sementara itu, Kepala Sie Penuntutan Kejati Jawa Timur, Suryo Priarto, mengatakan berkas perkara tahap pertama tersebut diterima Kejati Jawa Timur pada 24 Desember 2014. “Sejumlah alat bukti dalam berkas perkara dianggap belum lengkap. Salah satunya adalah keterangan saksi yang belum menyentuh materi perkara sehingga membuat unsur dalam pasal yang disangkakan belum terpenuhi,” ujarnya.
Suryo menegaskan akan terus melanjutkan perkara ini jika penyidik Polda Jawa Timur bisa memberikan seluruh bukti secara yuridis formal. Apabila bukti-bukti itu terpenuhi, kasus ini bisa segera dilimpahkan ke pengadilan.
Bambang DH kini terdafar sebagai calon legislatif (caleg) PDI-P. Apabila status hukum tetap dari pengadilan memutus bersalah atas kasus yang menjeratnya, maka KPU Jatim akan mencoret dari pencalonannya di dapil Surabaya-Sidoarjo untuk DPRD Jatim.
Seperti diberitakan, Bambang DH ditetapkan tersangka atas kasus dana jasa pungut di Pemkot Surabaya yang merugikan negara Rp 720 juta. Sebelumnya, Polda Jatim juga telah menetapkan empat tersangka atas kasus ini, yaitu mantan Ketua DPRD Surabaya pada saat itu Musyafak Rouf yang sudah bebas seusai menjalani vonis hukuman, dan tiga pejabat Pemkot Surabaya yakni Sekretaris Kota Sukamto Hadi, Asisten II Muhlas Udin, dan Kabag Keuangan Poerwito. Ketiganya masih menjalani hukuman.