Oleh: Ibnu Anshori*
Pendidikan merupakan hal urgen bagi kehidupan manusia, karena pendidikan bisa menjadi solusi konkrit pemecahan masalah yang dilanda negara, terlebih saat ini. Oleh karena itu, pendidikan haruslah menjadi makanan pokok bagi setiap warga negara. Tentunya, agar mampu bangkit menuju peradaban yang lebih baik.
Menilik lebih dalam terkait urgensi eksistensi pendidikan, sebagai konskuensi logis, pendidikan diharapkan mampu melahirkan generasi berkualitas dari sebelumnya. Sehingga dapat menyongsong Indonesia ke arah yang lebih menjanjikan.
Bicara mengenai pendidikan, bukan hanya bicara mengenai kualitas, sistem, maupun sekolah, melainkan subjek yang ikut berperan penting dalam proses pendidikan, yakni guru. Seorang guru yang mempunyai tugas terpenting, untuk mencerdaskan para peserta didiknya, sehariusnya mempunyai sebuah metode yang terbaik untuk mencampaikan sebuah materi, sehingga mampu dipahami oleh peserta didik.
Namun, kembali lagi pada peningkatan kualitas peserta didik, akan lebih baik jika tidak hanya diserahkan pada seorang guru pada saat jam pelajaran saja. Namun, peran aktif dari setiap lapisan masyarakaat yang memberikan makna dan tindakan nyata untuk mengatasi masalah pendidikan di indonesia ini juga turut diaharapkan, sebagai warga yang peduli akan nasib nagsa dan kualitas pendidikan di negeri ini.
Ironisnya, yang terjadi sekarang ini, masyarakat cenderung bersifat apatis terhadap pendidikan negeri ini. Mereka bersikap tidak peduli, acuh tak acuh, bahkan bersikap masa bodoh. Hal itu dikarenakan mereka telah sepenuhnya menyerahkan tugas pendidikan pada seorang guru di waktu sekolah. Dengan hanya menfasilitasi semua hal yang dibutukan anak-anak mereka.
Pada dasarnya, orang tua juga harus ikut andil dalam mencerdaskan anak mereka. karena bagaimanapun, orang tua mempunyai lebih banyak waktu untuk mengawasai anak-anak mereka ketimbang guru yang hanya bertemu pada saat jam pelajaran.
Namun, jika melihat kondisi zaman sekarang, pendidikan telah mengalami banyak perubahan, baik dalam hal praktik maupun sistem. Karena diakui atau tidak, pendidikan di indonesia telah menganut sistem sekular-materialistik, maksudnya sekular disini adalah penolakan peran agama untuk mengatur publik, termasuk dalam ranah pendidikan.
Hal ini sesuai dengan UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 Bab VI, tentang jalur, jenjang, dan jenis pendidikan bagian satu, yaitu pasal 15 yang berbeunyi “ jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, advokasi, keagamaan, dan khusus.” Dengan artian adanya dikotomi antara ilmu pengetahuan umum dan ilmu pengetahuan agama. Yang pada akhirnya menghasilkan kualitas peserta didik semakin menurun.
Penurunan kualitas peserta didik juga disebabkan karena guru hanya mengajarkan yang ia ketahui tanpa menunjukkan sumber yang valid. Meskipun sekarang guru hanya diizinkan untuk mengajar sesuai bidangnya. Namun, akan lebih baiknya jika dilandasi dengan agama, karena pada dasarnya ilmu tanpa agama akan lumpuh. Hal itu didasari dengan banyaknya orang-orang awam agama yang mengajar dalam bidangnya, tanpa didasari dengan pengajaran moral dan akhlak yang terpuji.
Pendidikan sekular akan berakibat fatal jika terus saja diteruskan, karena pendiudikan sekular hanya kan menghasilkan orang pandai, akan tetapi tidak mempunyai integritas kepribadian dan perilaku. Sistem pendidikan ini akan menghasilkan orang yang pandai dalam segi intelektual tapi lemah dalam spiritualitasnya. Lebih ironis lagi, sistem ini akan menghasilkan orang pandai tapi korup, profesional tapi bejat moral.
Untuk itu, harus ada langkah konkrit untuk memperbaiki sistem yang diterapkan, bahkan jika perlu harus ada pembaruan sistem pada pendidikan di indonesia sekarang ini. Agar yang menjadi tujuan pendidikan nasional yaitu membentuk manusia yang beriman dan bertaqwa kepada tuhan yang maha ESA, berakhlak dan berbudi mulia, sehat, berilmu, serta cakap, serta menjadi warga negara yang demokratis dan tanggung jawab terhadap kesejahteraan masyarakat tanah air (UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 Pasal 4 Ayat 1) dapat segera teruwujud, dengan melibatkan seluruh lapisan masyarakat maupun pemerintahan.
Mengubah Perspektif
Masalah awal yang harus dihadapi adalah dengan merubah pola pikir orang tua didik, bahwa yang berhak bertanggungjawab atas pendidikan seorang anak tidak hanya guru. Akan tetapi orang tua dan seluruh lapisan masyarakat juga harus ikut memberikan sumbangsih terhadap kemajuan peserta didik. Terutama orang tua, karena merekalah yang mempunyai lebih banyak waktu untuk mengawasi anak mereka.
Pemerintah juga harus berperan aktif dalam menciptakan sistem pendidikan terbaik dan juga menfasilitasi seluruh kegiatan belajar untuk anak bangsa. Karena berhasil atau tidaknya sebuah pemerintahan, dapat dilihat dari kemajuan yang dicapai oleh warga negaranya.
Pemerintah seharusnya lebih jeli dalam melihat suatu permasalahan yang ada di negaranya, terlebih masalah pendidikan. Rendahnya kualitas sarana fisik yang meliputi gedung sekolah yang hampir roboh, ruang kelas yang tidak memadahi, buku perpustakaan yang tak lengkap, serta sarana-prasarana yang lainya. Tentunya perlu mendapatkan uluran dari pemerintah guna kenyamanan dalam proses pembelajaran.
Disamping itu, rendahnya kualitas dan kesejahteraan guru juga menjadi masalah yang sangat urgen. Mengingat guru adalah subjek penting dalamn proses pendidikan. Tentunya harus lebih diperhatikan, misalnya menerapkan batas minimum pengajar dimulai dari guru PAUD sampai pada jenjang tertinggi minimal lulusan S2. Setelah itu, guru diberi upah yang layak sesuai dengan kemampuanya. Sehingga tidak ada lagi guru yang bekerja sampi\ngan karena upah sebagai guru tidak mencukupi untuk pemenuhan kebutuhan sehari-sehari.
Selain itu, solusi terakhir adalah dengan meniadakan dikotomi antara ilmu umum dan ilmu agama. Seorang ilmu harus dibekali dengan intelektual matang dan juga spiritualitas yang mumpuni. Sehingga tidak ada lagi peserta didik yang cacat moral. Dan hasilnya tujuan pendidikan yang lebih mengedepankan moral dan akhlak akan tercapai. Wallahu a’lam bi al-Showab.
*) Peserta Tahfidz al-Qur’an di Monash Institute Semarang dan Mahasiswa UIN Walisongo Semarang