
JAKARTA – Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta kembali melanjutkan sidang gugatan terhadap Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM terhadap kepengurusan Partai Golkar.
Dalam sidang lanjutan itu, pihak tergugat yaitu Kemenkumham menghadirkan Pakar Hukum Administrasi Negara I Gede Panca Astawa dan Andhika Danesjvara sebagai saksi ahli.
I Gede Panca Astawa mengatakan, putusan Mahkamah Partai Golkar yang memenangkan kepengurusan kubu Munas Ancol, Jakarta atau kubu Agung Laksono sah adalah final. Sehingga, mengacu pada putusan mahkamah partai, Menkumham mengesahkan Golkar kubu Munas Ancol.
“Memang dalam Mahkamah Partai Golkar terjadi perbedaan pendapat, itu tidak bisa menafikan. Tetapi dengan sifatnya final dan mengikat, maka tetap ada keputusan. Majelis Partai Golkar tetap memberikan putusan tersebut,” ujar I Gede Panca Astawa di PTUN Jakarta Timur, Senin (4/5).
Pakar hukum Administasi Negara Universitas Indonesia Andhika Danesjvara juga menjelaskan, adanya perbedaan pendapat dalam Mahkamah Partai Golkar tersebut tidak bisa dilihat separuh, tapi harus dilihat menjadi satu bagian utuh yaitu dalam putusan.
“Jangan sebut mereka majelis hakim kalau ada putusan terpecah-pecah, maju saja sendiri-sendiri (majelis hakim Mahkamah Partai Golkar) terus sebut satu-satu putusannya, tapi itu di dalam hukum tidak ada seperti itu. Intinya dalam Mahkamah Partai itu ada putusannya,” kata Andhika.
Andhika mengatakan, pada dasarnya SK Menkumham bisa digugat di dalam PTUN. Meski demikian, harus dilihat apakah gugatan SK itu berguna atau tidak untuk masyarakat.
“Hakim itu bukan hanya melihat sah atau tidak sah, dicabut atau tidak, tetapi ketika nanti diputuskan kemudian terjadi banding lagi, kapan selesainya (sengketa),” ujar Andhika.
Andhika juga menegaskan, penyelesaian partai berdasarkan Undang-Undang Parpol adalah kembali ke internal. Bukan ke PTUN atau pengadilan negeri.
Sementara itu, Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi Harjono menegaskan tidak ada pertimbangan lain bagi PTUN selain memutuskan untuk menolak gugatan Partai Golkar kubu Abu Rizal Bakrie.
Menurutnya, keputusan Mahkamah Partai Golkar merupakan keputusan mengikat, dan memang seharusnya menjadi pedoman dalam kisruh partai berlambang pohon beringin tersebut.
“Putusan Menteri Hukum dan Ham Yasona Laoly tidak mengubah atau menyimpang dari hasil MPG. Malah kalau disuruh mengubah berbahaya. Ini murni putusan MPG,” jelas Harjono kepada wartawan, Senin (4/5).
Kisruh yang berujung Golkar tidak dapat mengikuti Pilkada seharusnya tidak terjadi bila keputusan MPG dapat dijalakan. Harjono berpendapat PTUN perlu mengakui kepengurusan Agung Laksono. “Iya karena Agung Laksono sesuai ketentuan MPG. Harusnya menolak Ical,” ujarnya.
Kalaupun nanti Ical menggugat hal tersebut malah akan merugikan Golkar.”Ikuti saja putusan MPG,” pungkasnya.
(GAM/ABD)