
BANGKALAN, koranmadura.com – Akses jalan kembar menuju pasarean Syaichona Kholil, tepatnya di Desa Bilaporah, Kecamatan Socah, diblokir, Selasa (23/6). Pemblokiran jalan tersebut dilakukan oleh H. Yasin Marsely. Dia mengaku menjadi pemilik lahan. Padahal, lahan yang dimaksud sudah difungsikan sebagai Jalan Ring Road Barat. Jalan umum tersebut ditutup dengan cara menaruh bedel di badan jalan. Untungnya, jalan umum yang diblokir tersebut hanya sebagian yang ditumpuki material.
Tanah kepemilikan H Yasin seluas sekitar 3.982 meter yang dipakai untuk kepentingan jalan umum. Di depan bedel dipasang spanduk betuliskan ‘Ini Akibat Ketidakbecusan Pemerintah Kabupaten Bangkalan. Pengadilan Jangan Dijadikan Alat untuk Merampas Hak Rakyat’. Tulisan tersebut bernada kekesalan terhadap sikap pemkab Bangkalan.
Yasin mengatakan ada dua objek permasalahan yang terjadi di jalan tersebut. Pertama, pemilik tidak pernah diberitahu oleh pemkab tentang pembebasan lahan yang dilakukan pemkab saat proses pembebasan, seperti kepunyaan tanah milik Hj Hamizah. Padahal lahan dia yang dipakai jalan seluas 20 meter. Sedangkan untuk tanah miliknya, memang sudah diberitahu oleh pihak Pemkab Bangkalan. Hanya saja tidak ada kesepakatan harga antara pemilik dengan pemkab, sehingga prosesnya dilanjutkan di Pengadilan Negeri (PN) Bangkalan.
”Saya memasang bedel di atas tanah sendiri, yang kini sudah jadi jalan. Tidak ada kesepakatan antara penjaul dan pembeli. Hukum jual beli kan harus sama-sama rela. Selain itu, ada sebagian lahan yang digunakan sebagai jalan, pemiliknya tidak diberi tahu,” ujarnya.
Uang yang dititipkan pada proses konsinyasi ternyata bohong. Sebab, uang ganti rugi yang katanya dititipkan ke pengadilan oleh pemkab tidak ada. Jadi, pegadilan hanya diperalat. Bahkan, dirinya menanyakan saat sidang berkaitan uang tersebut pada pak hakim. Kemudian, hakim menjawab tidak ngurusin uang.
Menurutnya, berdasarkan keterangan dari hakim yang mengurus uang konsinyasi adalah panitera. Ternyata setelah ditelusuri dan ditunggu, uang ganti rugi dari pemkab yang informasinya telah dititipkan di pengadilan, tidak ada.
”Tanah saya di sini ada sekitar 12 hektare, tetapi yang terkena jalan hanya sebagian. Bedel-bedel ini tetap berada di sini sampai ada kesepakatan dan kejelasan dari pemkab,” ujarnya.
Dia menjelaskan sebenarnya tidak keberatan tanahnya dibuat jalan umum karena untuk kepentingan masyarakat. Namun, prosesnya harus sesuai dengan prosedur. Tidak boleh semena-mena mencaplok tanah milik rakyat. Jual beli itu dinyatakan sah jika kedua belah pihak sama-sama rida. Jangan bawa ke pengadilan dengan merampas hak rakyat.
Sementara itu, Panitera Sekretaris PN Bangkalan, Abdul Kadir Djailani menjelaskan, uang konsinyasi untuk ganti rugi pada pemilik lahan sudah diserahkan oleh pemkab Bangkalan senilai Rp 2,059 miliar. Pemilik bisa mengambil uang tersebut, jika bisa menunjukkan bukti kepemilikan lahan yang dimaksud.
”Uangnya ada di Bank BRI, mau diambil kapan saja silakan oleh pemilik lahan. Asalkan pemilik bisa menunjukkan bukti kepemilikan seperti sertifikat, nanti uangnya langsung bisa dicairkan,” ungkapnya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Bangkalan H Fathurrahman menyarankan, pemkab harus mengambil langkah tegas terkait permasalahan yang terjadi. Sebab, hal itu berkaitan dengan kepentingan umum. Apalagi, jalan umum dipakai sebagai aktivitas masyarakat. Pengguna jalan pasti akan terhambat dengan pemblokiran jalan tersebut, meski jalan yang diblokir tidak seluruhnya.
Perlu diketahui, permasalahan yang terjadi selama ini, antara penjual (H Yasin) dan pembeli (Pemkab Bangkalan) belum ada kata kesepakatan bersama, sehingga pemkab Bangkalan melakukan konsinyasi ke pengadilan dengan menitipkan uang sebesar Rp 2.059.302.999. Harga tersebut sudah berdasarkan ketentuan aprisial. Tanah tersebut akan digunakan untuk kepentingan umum dan dibangun jalan kembar menuju pasarean Martajazah yang saat ini sudah dibuka untuk umum. Dilakukan proses konsinyasi karena memang tidak ada kesepakatan dari dulu antara penjual dan pembeli.
(MOH RIDWAN/RAH)