
Penulis : Edi AH Iyubenu
Penerbit : Ircisod
Cetakan : I, April 2015
Tebal : 224 Halaman
ISBN : 978-602-255-854-5
Menyembah berhala wacana merupakan cara terbaik untuk bunuh diri. Silakan Anda bertanya pada Thomas Kuhn yang meluncurkan karya fenomenalnya di tahun 1962, The Structure of Scientific Revolution. Melalui buku ini, Kuhn menghajar Positivisme yang sangat memberhalakan “kebenaran tunggal” (single truth), karena menurutnya semua manusia hanya sanggup menciptakan “paradigma” kebenaran, bukan Wajah Kebenaran itu sendiri; hanya bisa meraih fakta, bukan Realitas. Apa yang oleh Kuhn dikibarkan sebagai “paradigma” menjadi pisau antithesis paling tajam yang menusuk tubuh pengetahuan “kebenaran objektif” atau “wacana objektif” kaum Positivis.
“Kebenaran objektif tidak pernah ada, yang ada hanyalah paradigma (konsep, wacana) tentangnya. Sebuah wacana tak lebih dari sebuah kesepakatan paham dalam sebuah komunitas masyarakat,” kata Kuhn (halaman 13).
Melalui buku ini, Edi AH Iyubenu banyak mengkritik wacana keislaman mutakhir. Kata “tidak mengikuti sunahku” yang terdapat di dalam hadits “Menikah adalah sunahku. Barang siapa tidak mengikuti sunahku, maka ia bukanlah bagian dari golonganku.” merupakan kata yang tak lepas dari kritiknya.
Selama ini, kata ini dijadikan dalih banyak kaum muslimin untuk menyegerakan menikah. Menurut Edi, pandangan ini terlalu terburu-buru. Seorang pemuda yang sunah mengadakan pernikahan adalah mereka yang telah siap secara biologis, ekonomis, psikologis, sosial, dan agama.
Sulit membayangkan ada sebuah rumah tangga mengaku sakinah bila salah satu pasangannya (maaf) lemah syahwat (biologis); tak mampu belanjain dapur dan nyekolahin anak-anaknya (ekonomis); sebentar-bentar kemas tas dan minggat jika sedang berselisih (psikologis); tak bisa srawung dengan lingkungan hidupnya (sosial); dan otoriter dengan dalil keimanan suami (agama). Sulit sekali (halaman 88).
Penulis buku yang juga kandidat doktor Islamic Studies UIN Sunan Kalijaga ini mempertanyakan kebenaran kesunahan menyegerakan menikah tanpa memperhitungkan kemampuan-kemampuan tersebut. Bahkan, bisa saja orang yang menyegerakan menikah, bukan menjalankan sunah nabi, melainkan memperturutkan syahwat pribadi.
Wacana-wacana kekinian yang dibahas di dalam buku ini ditulis dengan gaya bahasa essai santai, sarkastik, dan easy going serta ketat akademik. Dengan gaya semacam ini tentu memiliki sisi positif dan negatif. Sisi positifnya, pembaca akan mendapatkan ragam bacaan yang memungkinkan dirinya tidak bosan membaca. Sementara, nega-tifnya adalah buku ini kurang memiliki karakter yang jelas. Selamat membaca!
Oleh: Anton Prasetyo
Alumnus UIN Yogyakarta.