
Penulis : Deasylawati P.
Penerbit : Elex Media Komputindo, Jakarta
Cetakan : Pertama, 2015
Tebal : 190 halaman
ISBN : 978-602-02-6051-8
Kehadiran lelaki dari masa lalu seringkali membuka kembali luka lama. Rasa kecewa dan sakit itu mungkin akan menguap ditelan waktu, tapi tak bisa benar-benar sembuh. Luka itu ibarat paku yang ditancapkan pada kayu, meskipun telah dicabut, akan tetap membekas menyisakan lubang bahkan karat.
Rhys. Hanya dua pria yang memanggilnya dengan nama depannya itu. Fajar, suaminya dan Erfan, lelaki dari masa lalu itu. Sedangkan teman-temannya lebih suka memanggilnya ‘Biru’. Nama ‘Biru’ sendiri disematkan oleh ayahnya yang memang menyukai warna biru.
Biru memiliki makna kepercayaan, kesetiaan, ketenangan, kedamaian, ketulusan, kesejukan, air, awan, harmoni, kebersihan, konservatif, percaya diri, dan penyembuhan (halamah 39).
Pertemuan Rhys dengan Erfan kembali membuka luka yang terjadi pada hubungan mereka di masa lalu. Rasa malu karena merasa harga dirinya dihancurkan membuat Rhys sulit memberi kesempatan kedua untuk Erfan meski ia tak lagi terikat pernikahan. Meninggalnya sang suami akibat kecelakaan memberi celah bagi Erfan untuk masuk ke dalam kehidupan Rhys Biru Indriyani. Ia menemui Rhys untuk menjelaskan kesalahpahaman yang terjadi di masa lalu saat Rhys menyatakan perasaannya.
Novel Bleu, memiliki intrik yang sama dengan novel Deasylawati sebelumnya, Meski Cinta Saja Tak Pernah Cukup, yakni tentang kehadiran cinta masa lalu. Dalam novel sebelumnya, tokoh utamanya – Yunan dan Silmi- dibiarkan hidup dan menghadapi dilema akibat cinta dari masa lalu. Dalam novel ini, suami dari tokoh utama, Fajar, dihilangkan dari kehidupannya.
Keberhasilan penulis dalam membangun konflik cerita patut diapresiasi. Tidak tergesa-gesa menghadirkan klimaks, justru puncak konflik disajikan agak akhir. Puncak ketegangan novel ini ialah saat Erfan dan Rhys bertemu di suatu rumah makan dan hadirlah Yana, istri Erfan yang juga teman Rhys. Namun, cinta saja tak cukup untuk menyatukan mereka. Erfan telah dua kali merusak kepercayaan Rhys terhadapnya.
“Mungkin ini artinya aku memang telah benar-benar melupakan perasaanku padamu yang sudah lama berlalu itu. Yang tersisa tentangmu padaku hanyalah kenangan buruk dan luka itu, yang telah kau torehkan padaku dulu. Can forgive but can’t forget, Fan….” (halaman 173)
Buku setebal 190 ini disajikan dengan alur campuran sehingga membuat pembaca harus berpikir lebih cermat mengenai kronologi cerita. Meskipun begitu, Deasylawati, sebagai penulis dengan jam terbang tinggi berhasil meramunya dengan bahasa yang lincah dan mudah dipahami. [*]
Oleh: Salma Madani
Nama pena dari Siti Salamah. Penulis resensi dan cerpen, tinggal di Karanganyar.