BANGKALAN, koranmadura.com – Kasus dugaan penyerobotan tanah warga di Kelurahan Kraton Kecamatan Kota menemui jalan buntu. Padahal Komisi A DPRD Bangkalan dan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Bangkalan sudah memfasilitasi pengukuran ulang. Sadi, selaku pemilik tanah, enggan dilakukan pengukuran ulang karena patokan untuk pengukuran tanah menggunakan sertifikat tanah bukan melalui kohir tanah.
Ketua Komisi A DPRD Bangkalan, Mahmudi menerangkan tidak ada titik temu antara Sadi sebagai pemilik tanah yang merasa tanahnya diserobot dengan BPN Bangkalan. Pengukuran tanah yang telah direncanakan tidak dapat diteruskan, sehingga tidak ada jalan keluar atas masalah tersebut. BPN sudah berupaya mendatangi pemilik di Kelurahan Kraton, karena ada masalah dugaan penyerobotan.
“Tidak ada titik temu dan pengukuran dibatalkan. Gagalnya pengukuran batas tanah milik M Sadi tersebut karena tidak ada kesepakatan antara pemilik tanah dengan petugas. BPN tetap berpatokan kepada gambar yang ada di sertifikat, sementara Pak Sadi tidak mau, dia tetap berpatokan kepada kohir, karena tidak ada kesepakatan, ya tidak ada pengukuran,” jelasnya.
Pihaknya mengaku, dalam kasus penyerobotan tanah warga di Kelurahan Kraton ini, dewan telah berupaya untuk menjadi mediator. Bila solusi yang ditawarkan tidak bisa dilakukan, langkah yang bisa ditempuh melalui jalur hukum. Permasalahan yang terjadi sudah terlalu lama, jangan dibiarkan terus berlarut. Upaya hukum merupakan solusi akhir dalam kasus tanah yang terjadi.
“Kalau memang pak Sadi tidak puas atas solusi ini, kami persilakan untuk mengambil langkah ke pengadilan agar menemukan titik temu secara hukum,” sarannya.
Kepala BPN Bangkalan Winarto menjelaskan, permasalahan tanah milik Sadi sudah lama mencuat. Namun, belum ada penyelesaian secara musyawarah. Termasuk dua kali pengukuran ulang selalu gagal. Pengukuran yang hendak dilakukan untuk mengetahui batas-batas tanah pemilik.
“Selama saya menjabat kepala BPN di sini ini sudah kegagalan yang kedua dalam pengukuran ulang. Alasannya, karena tidak ada kesepakatan. Tentunya, kami tidak bisa berbuat apa-apa,” ujarnya.
Sementara itu, pemilik tanah yang mengaku diserobot, Sadi mengaku tidak mau diukur ulang, jika masih bepatokan kepada gambar pada sertifikat bukan kohir miliknya. “Luas tanah saya itu berkurang sekitar 500 meter persegi,” ujarnya.
Seperti diberitakan, tanah milik Sadi sudah bersertifikat sejak 2006, sedangkan ada sertifikat lain yang juga memiliki sertifikat yang dikeluarkan tahun 1986. Awalnya tanah milik Sadi diakui seluas 9.600 meter persegi. Saat dilakukan pengukuran oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Bangkalan terjadi penyusutan. Tanah tersebut berubah menjadi 9.127 meter persegi. Ada selisih seluas 473 meter persegi tanah yang hilang, sehingga Sadi melaporkan masalah itu kepada Komisi A DPRD Bangkalan dengan harapan bisa membantu menyelesaikan sengketa lahan tersebut.
(MOH RIDWAN/RAH)