
Penulis: Emha Ainun Nadjib
Penerbit: Bentang Pustaka
Tahun Terbit: November 2015
Jumlah Halaman: viii + 100 halaman
ISBN: 9786022911265
Menjadi orang bijaksana adalah harapan setiap orang. Jika hendak berasumsi, kebijaksanaan hidup sebagai harapan setiap orang telah ada sejak manusia ada di muka bumi. Kehidupan manusia adalah kehidupan mencari kebijaksanaan. Tak heran jika definisi dan konsep ‘kebijaksanaan’ sangat beragam.
Salah satunya adalah definsi atau konsep kebijaksanaan hidup yang dimajukan (baca: dilakukan) oleh orang Maiyah dan tertuang dalam buku berjudul Orang Maiyah karya Emha Ainun Nadjib ini. Meskipun, orang Maiyah sendiri tidak mengkonsepkan secara eksplisit perihal kebijaksanaan hidup, melainkan melakukannya.
Maiyah, secara etimologis, berakar pada kata ma’a (bersama), kemudian ma’iyyah (kebersamaan). Maiyah –sesuai dengan namanya– adalah sebuah forum bersama dan berkumpul orang-orang yang datang dari berbagai elemen dan latar belakang berbeda-beda, namun mempunyai tujuan sama, yakni mencari rida Allah. Karena itu dalam Maiyah tidak ada guru dan murid, semuanya adalah murid, orang yang menghendaki –dalam hal ini menghendaki ilmu (hlm. 5).
Buku ini, sebenarnya, bukan “karya” Cak Nun, sapaan akrab Emha Ainun Nadjib, melainkan karya orang Maiyah. Lebih tepatnya, buku ini merangkum dialog Cak Nun dengan tujuh orang Maiyah lainnya dalam menginternalisasi peran forum Maiyah dalam keseharian hidup mereka. Cak Nun hanya berposisi sebagai semacam “editor” (hlm. 3).
Semisal cerita Isman, pegiat Maiyah, di dalam buku ini (hlm. 22-30). Isman menemukan definisi keikhlasan dalam kehidupan induk ayam. Sebagaimana kita tahu, saat si induk (ayam betina) mengerami telur demi melahirkan sang buah hati, si jago (ayam jantan) malah meninggalkannya dan “kencan” dengan induk lain. Apakah si induk sakit hati? Tidak. Bahkan, setelah buah hati lahir, ia mengasuhnya sendirian, mencarikannya makan, dan menjaganya dari gangguan. Semuanya dilakukan dengan ikhlas dan rida, dengan kesukarelaan menerima kedudukan sebagai makhluq. Begitulah seharusnya kita, manusia, memahami kedudukan sebagai makhluq berhubungan dengan khaliq, Yang Mempunyai makhluq.
Melalui buku ini, kita dapat belajar tentang kesederhanaan dalam kehidupan kepada orang Maiyah. Bahwa untuk menjadi orang bijaksana tidak perlu harta melimpah dan jabatan tinggi, cukup dengan mengambil setiap hikmah dalam lingkungan dan aktivitas sehari-hari kita. Buku ini sangat cocok bagi siapa saja yang hendak mencari dan menggapai kebijaksanaan dalam kehidupannya. [*]
Oleh: Melfin Zaenuri
Pegiat Lingkar Studi Filsafat Cogito UGM Yogyakarta