Di tengah kebutuhan pendanaan pembangunan dan belum tercapainya target pajak, pemerintah belakangan ini mewacanakan tax amnesty pada para pemilik dana warga negara Indonesia yang memarkir dananya di berbagai negara. Wacana yang dituangkan dalam RUU tax amnesty itu memang menarik dan diharapkan dapat menjadi terobosan mengatasi kebutuhan dana pembangunan.
Namun perlu diingat bahwa gagasan bagus betapapun tetap perlu keseriusan dan persiapan matang dalam pelaksanaannya. Jika benar akan diwujudkan sebelum dilaksanakan tax amnesty pemerintah harus melakukan pemetaan (mapping) data para pemilik dana. Tanpa akurasi data rekening dan tata kelola perpajakan yang efektif, penerapan kebijakan tax amnesty bisa menjadi bumerang bagi realisasi keberhasilan target penerimaan pajak.
Sangat mungkin pencapaian penerapan itu akan jauh dari target jika data tidak jelas. Secara logika tidak mungkin tax amnesty diberlakukan efektif jika yang menjadi obyek pajaknya belum ketahuan siapa, ada dimana, rekeningnya ada di bank apa dan sebagainya. Yang terjadi akhirnya sekedar wacana yang dapat menjebak pemerintah pada persoalan ketakpastian.
Tidak ada yang memungkiri manfaat kebijakan pengampunan pajak sebagai salah satu cara menarik dana-dana yang berada di luar agar masuk ke Indonesia. Dana-dana hasil repatriasi itu bisa menambah penerimaan negara untuk mendorong perekonomian menjadi lebih bergairah yang ujungnya berdampak luar biasa pada pengentasan kemiskinan. Dengan kalimat lain, melalui pengampunan pajak diharapkan ada pemasukan pajak sehinggs dapat membantu membiayai pembangunan dan pengentasan kemiskinan di negeri ini.
Karena itu perlu ada langkah-langkah serius dari pemerintah. Setelah mapping, pemerintah perlu segera mempersiapkan instrumen efektif baik software dan hardwarenya. Berapa target yang akan dicapai melalui pengampunan pajak ini. Semua harus dipaparkan terbuka sehingga jika ada kesalahan pengelolaan dapat terdeteksi lebih dini.
Dengan gambaran selintas ini instrumen regulasi yang disiapkan dalam bentuk RUU Tax Amnesty selayaknya disikapi jauh dari sudut pandang transaksional. Semuanya hendaknya mengacu pada kepentingan utama bagaimana sebanyak mungkin diharapkan peningkatan pemasukan pajak sehingga dapat menjadi energi pengentasan kemiskinan di negeri ini.
Ada baiknya jika benar akan dilaksanakan tax amnesty, Indonesia perlu belajar dari pengalaman pahit pelaksanaan tax amnesty Perancis. Dua kali melakukan tax amnesty namun Perancis gagal meningkatkan pendapatan pajak. Hal ini terjadi karena kesadaran warga negara atas kebijakan tersebut sangat rendah.
Negara yang relatif berhasil melaksanakan tax amnesty justru Afrika dengan tingkat pengembalian uang dari luar negeri yang tergolong luar biasa. Kunci keberhasilannya terletak pada dukungan masyarakat dalam wujud kesadaran pentingnya membayar pajak.
Dua pengalaman dari dua negara berbeda itu sepatutnya dijadikan referensi agar pelaksanaan tax amnesty dapat mencapai hasil optimal. Perlu ada langkah strategis termasuk upaya keras meyakinkan para wajib pajak tentang nilai penting pajak bagi kebutuhan pembangunan negeri ini. Termasuk penting pula adalah upaya membangun kepercayaan melalui pembuktian riil bahwa pajak benar-benar dimanfaatkan demi pembangunan meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyat negeri ini. [*]
Oleh: MH. Said Abdullah
Anggota DPR RI, asal Madura