Pekan lalu, di Jakarta berlangsung pertemuan penting partai-partai politik dari berbagai belahan dunia. Acara bertajuk The 26th ICAPP Standing Committee Meeting and 1st Trilateral Meeting Among ICAPP (International Conference of Asian Political Party), COPPPAL (Conferencia Permanente de Partidos Politicos de America Latina) and CAPP (Council of African Political Parties) menghasilkan keputusan yang dirumuskan dalam Jakarta Declaration.
Berlangsung selama dua hari pertemuan partai-partai itu sepakat untuk memperkuat demokrasi dan mengawal kebijakan pemerintah.”Kami sepakat bahwa peran utama partai politik adalah memperkuat nilai demokrasi dan institusi di masyarakat dengan memegang prinsip good governance dan rule of law,” demikian antara lain bunyi Jakarta Declaration.
Para peserta juga sepakat bahwa memperkuat demokrasi, partai politik bisa menelurkan hasil yang konkrit dan positif dalam menghapus kemiskinan dan perubahan iklim. Dua hal itu dianggap sebagai tantangan bagi bangsa masa kini.
Pertemuan itu tak lupa mengingatkan bahwa globalisasi harus dicapai dengan tetap melindungi dan mempromosikan keharmonisan, keberagaman, dan pluralisme. Di saat yang sama, parpol-parpol akan bersama dengan pemerintah untuk menumpas terorisme.
Sayang, pertemuan yang menghasilkan keputusan strategis bagi pengembangan demokrasi itu kurang tercover media. Mungkin karena kurang sensasional dan bernuansa amat sangat serius point-point Jakarta Declaration kurang mendapat respon memadai, termasuk dari pengguna berbagai jejaring sosial.
Pada point-point penegasan terkait dorongan peran partai misalnya, dapat menjadi angin segar sekaligus energi bagi eksistensi partai politik di negeri ini, yang belakangan mendapat sorotan tajam. Bahwa partai politik tak dapat dipungkiri adalah instrumen utama untuk memperkuat demokrasi.
Melalui partai politiklah, yang memiliki sistem dan mekanisme transparan, proses demokrasi lebih mendapat jaminan dapat berkembang lebih baik. Termasuk bagaiamana kaderisasi bangsa mendapat kesempatan mempersiapkan diri untuk kemudian tampil memimpin negeri ini dalam berbagai tingkatan.
Tentu saja, bukan bermaksud menafikan institusi lain. Partai politik justru secara aksiomatik bersinergi dengan institusi lain lalu kemudian sebagai instrumen demokrasi mendorong kader-kader bangsa dari berbagai institusi -setelah ditempa partai politik- tampil berkontribusi melalui kepemimpinan di negeri ini.
Di dunia ini demokrasi yang berkembang sehat selalu bertitik tolak dari kuat dan sehatnya partai politik sebagai instrumen demokrasi. Sangat jarang -untuk tidak disebut hampir tak ada- ruang-ruang di luar partai politik apalagi yang bersifat perseorangan menjadi titik berangkat tampilnya seseorang dalam proses kepemimpinan pemerintahan. Ada kesadaran sekaligus kometmen utuh menjadikan partai politik sebagai instrumen riil proses demokrasi.
Karena itu, tanpa mengabaikan sorotan, kritik, koreksi agar partai politik perlu berbenah untuk meningkatkan kualitas demokrasi, kaderisasi, manajemen di lingkungan internalnya, penguatan dan penegasan peran partai politik selayaknya menjadi pilihan utama rakyat Indonesia jika ingin terus meningkatkan kualitas demokrasi. Hitam putih kualitas kader bangsa jauh lebih jelas bebet, bobot dan bibitnya jika kepempimpinan di negeri ini melalui partai politik. Akan mudah mengontrol, mengevaluasi, bahkan meminta pertanggungjawaban jika kepemimpinan bangsa melalui jalur partai politik. [*]
Oleh: MH. Said Abdulah
Anggota DPR RI, asal Madura