Wacana panas soal Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) belakangan ini sungguh mencengangkan. Apalagi ketika HTI oleh sementara kalangan disamakan dengan PKI. Ya, HTI ada yang menyebut PKInya Islam. Sungguh sangat terasa emosial yang memperlihatkan kekeruhan cara berpikir karena sinisme pada segala sesuatu berbau Islam.
Menyamakan HTI dengan PKI sangat jauh dari proporsional. Yang paling terlihat bedanya adalah PKI menggunakan jalan illegal memberontak sementara HTI melalui jalan konstitusional, damai melalui berbagai sosialisasi. Untuk sekarang HTI bergerak terbuka bukan organisasi bawah tanah.
Perbedaan mendasar itu seharusnya dapat dilihat pula dari eksistensi HTI. Dilihat di Kesbangpol Kementrian Dalam Negeri. Jika ternyata HTI tidak terdaftar secara resmi sudah tentu layak dilarang. Jika terdaftar berarti HTI memenuhi persyaratan formal sebagai organisasi di negeri ini.
Selesai seharusnya. Bukankah sudah memenuhi syarat formal sesuai ketentuan UU Keormasan. Tapi ternyata belum. Persoalan HTI merebak beriringan ramainya isyu kebangkitan PKI, yang secara formal dilarang di negeri ini. HTI dipersoalkan karena gagasan memperjuangkan konsep khilafah dianggap bertentangan dengan Pancasila.
Tampak sekali ada kerancuan sudut pandang dalam membedakan HTI dengan PKI. Jika benar HTI terdaftar di Kemendagri berarti persoalan terkait Pancasila selesai. Karena untuk terdaftar ada persyaratan kesetiaan pada Pancasila. Di sinilah terjadi kerancuan karena perjuangan konsepsi HTI dibenturkan dengan Pancasila.
Apakah gagasan khilafah bertentangan dengan Pancasila? Terlepas gagasan perjuangan khilafah tak lebih dari impian utopis,yang sebenarnya irrasional untuk dimanapun, apalagi untuk di negeri ini pada era modern sekarang, sebenarnya khilafah tak lebih dari sebuah sistem pemerintahan. Khilafah sejenis konsep Presidensil, Parlementer dan sistem pemerintahan lainnya.
Karena itu, jika konsepsi khilafah yang diperjuangan HTI khas Indonesia tetap menjadikan Pancasila sebagai dasar negara, biarkan saja asal menggunakan cara-cara legal sesuai peraturan perundang-undangan. Yang terpenting HTI tetap setiap pada Pancasila dan biarkan perjuangan khilafah sebagai konsepsi sistem pemerintahan khas Indonesia.
Tak ada perbedaan gagasan HTI dengan pemikiran yang pernah dilontarkan M. Amien Rais tentang negara federasi? Sama-sama gagasan sistem pemeritahan yang dilontarkan melalui jalur legal. Dan ternyata sampai sekarang sama-sama tidak laku.
Di sini terasa ada trauma idiologis. Selalu hal-hal bersifat gagasan beraroma agama Islsm dianggap akan mengganti Pancasila. Perda syariat yang mengatur busana muslim, minuman keras, porno aksi dituding akan mengarah pada pembentukan negara Islam. Hukuman matipun kadang dituding bermuatan Islam.
Gagasan pemikiran, konsepsi apapun seharusnya tak perlu diseret dipertentangkan dengan Pancasila. Soal Pancasila sudah selesai. Karena itu biarkan berbagai gagasan merebak, kecuali yang bertolak belakang dengan Pancasila seperti PKI.
Tak usah khawatir konsepsi khilafah terus diteriakkan HTI asal menggunakan cara legal, tidak memberontak, tidak menggunakan kekerasan. Masyarakat negeri ini cukup cerdas untuk mengetahui mana gagasan rasional, irrasional, sekedar utopis, impian kosong dan sejenisnya. [*]
Oleh: Miqdad Husein
Kolumnis asal Madura