Ini sedikit cerita tentang puasa pasangan suami istri Jean dan Garry, penganut ajaran Mormonisme, sebuah sekte Kristiani, yang dikutif dari buku Puasa, Back To Origin, karangan Tuty Yosenda. Pasangan dari Idaho-USA ini diceritakan rajin puasa seminggu sekali.
Yang menarik, selama melaksanakan puasa sejumlah dana pengeluaran yang biasa digunakan untuk menikmati makanan dikumpulkan. Lalu, setelah relatif banyak, uang yang dikumpulkan disumbangkan untuk kegiatan bakti sosial di seluruh dunia. Jadi, puasa mereka ternyata berhasil menghemat pengeluaran, lalu dikumpulkan kemudian diberikan pada masyarakat kurang mampu.
Praktik puasa bersahaja umat Mormon itu mengingatkan tentang kebiasaan kehidupan Nabi Muhammad dan para sahabat dalam menjalankan puasa ramadhan. Nabi Muhammad misalnya, ketika berbuka hanya makan dua tiga butir kurma dan air putih. Saat sahurpun tak berbeda jauh kadang hanya minum segelas air putih.
Ali bin Abi Thalib dan sahabat lainpun walau bisa dengan mudah mendapatkan kenikmatan materi saat menjalankan puasa jauh dari kesan hura-hura. Pernah Ali ketika akan berbuka puasa yang hanya memiliki dua potong makanan tidak jadi menikmatinya karena ada fakir miskin datang mengetuk pintu rumahnya. Ali akhirnya hanya berbuka segelas air putih.
Kehidupan Nabi Muhammad dan para sahabat dalam menjalankan ibadah puasa yang sangat bersahaja itu bisa saja dianggap sebagai kontekstual. Katakanlah karena di masa itu tak ada makanan berlimpah seperti era sekarang. Namun prasangka seperti itu mentah jika mencermati kehidupan keseharian Nabi Muhammad dan para sahabat terkemuka lainnya. Nabi Muhammad, sudah menjadi rahasia umum kehidupan kesehariannya amat sangat sederhana. Padahal, dengan posisinya sebagai pemimpin Nabi bisa dengan mudah meminta berbagai pelayanan istimewa.
Jadi kebersahajaan menyambut puasa tidak artifisial, pencitraan atau karena keterbatasan kondisi. Apa yang dipraktekan Nabi dan sahabat saat melaksanakan puasa merupakan rangkaian kehidupan kebersahajaan atas dasar kesadaran bagaimana seharusnya berperilaku sebagai seorang pemimpin.
Cerita Umar bin Chattab ketika menyaksikan Nabi tidur di atas pelepah daun kurma hingga ada bekas-bekas pada punggungnya serta kebiasaan Nabi mengikat batu di perut sebagai pengganjal rasa lapar gambaran riil kesederhaan sebagai pilihan hidup dan bukan karena ketakberdayaan. Umar konon sempat menangis menyaksikan Nabi tidur dan berkata bahwa Nabi sebenarnya bisa saja dengan mudah -jika mau- untuk hidup bergelimang kemewahan sebagaimana raja-raja Romawi.
Nabi Muhammad dan para sahabat memberikan contoh bagaimana seharusnya berpuasa. Bagaimana melatih kesederhanaan hidup demi penajaman kepedulian melalui kebiasaan puasa yang sangat bersahaja. Jangan lupa, sebagaimana dicontohkan Nabi Muhammad pada seluruh kehidupannya, kesederhanaan dan kebersahajaan bukan hanya saat puasa.
Puasa secara riil selayaknya memang memperlihatkan “pengurangan” ketergantungan pada hal-hal bersifat material dan bukan justru sebaliknya. Sekalipun itu bukan menjadi tujuan utama, paling tidak dari melatih pengurangan itu tercermin bahwa puasa telah dilaksanakan dengan baik dan diharapkan pasca puasa nanti ada perubahan perilaku menjadi lebih baik. Tumbuh empati dan simpati pada masyarakat papa; tercairkan sikap mementingkan kenikmatan diri. [*]
Oleh: Miqdad Husein
Kolumnis Asal Madura