Kebijakan subsidi harus konsisten diarahkan pada masyarakat kurang mampu. Proses ini dilakukan secara bertahap sebagai bagian dari pelurusan kebijakan sebelumnya ketika subsidi juga dinikmati masyarakat mampu.
Tak ada dasar rasional sama sekali yang dapat membenarkan subsidi diberikan pada masyarakat yang secara ekonomi memiliki kemampuan. Apalagi di tengah keterbatasan anggaran seperti sekarang ini. Subsidi harus efektif, efisien dan tepat sasaran.
DPR akan terus mengawal kebijakan pelurusan tujuan subsidi agar tepat sasaran. Ini menjadi kometmen moral sebagai dukungan pada langkah-langkah pemerintah. Bahwa kadang muncul persoalan teknis seperti keterlambatan pembenahan oleh pemerintah, DPR tetap konsisten mengawal dan mengarahkan subsidi bagi masyarakat kurang mampu.
Terkait persoalan listrik misalnya, rapat Badan Anggaran (Banggar) DPR bersama pemerintah menyepakati subsidi listrik dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Perubahan 2016 sebesar Rp 50,66 triliun. Angka ini lebih rendah Rp 6,5 triliun dari yang diusulkan di RAPBN 2016 sebesar Rp 57,18 triliun, serta mengalami kenaikan 12,28 triliun dari APBN induk 2016 yang dipatok Rp 38,38 triliun.
Sebagaimana diketahui subsidi listrik yang diajukan pemerintah pada RAPBNP 2016 Rp57,18 triliun. Namun DPR sebagai sikap konsisten pada pengelolaan ketepatan sasaran subsidi tidak menyetujui. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa pemerintah dinilai belum berhasil menerapkan peralihan subsidi listrik pada golongan 900 volt ampere (va) ke 1.300 va. Padahal langkah itu penting sebagai bagian dari upaya agar subsidi benar-benar tepat sasaran.
Pemerintah Presiden Jokowi sudah mengambil sikap tepat bagaimana penanganan dan pengelolaan subsidi dan DPR memberikan apresiasi riil. DPR dari sejak awal memberikan dukungan. Karena itu DPR dengan penolakan penambahan subsidi pada APBNP menegaskan sikap untuk mendorong konsistensi pemerintah. Jadi kebijakan subsidi yang disepakati seharusnya ditindaklanjuti langkah-langkah riil.
Rincian sikap DPR itu sangat jelas. Total subsidi listrik yang telah ditetapkan sebesar Rp50,66 triliun terdiri dari subsidi tahun berjalan yang ditujukan kepada golongan 900 va sebesar Rp38,387 triliun. Pembayaran kekurangan subsidi tahun 2014 (audited) untuk penundaan tarif adjusment sebesar Rp12,28 triliun. Sementara subsidi listrik yang dialihkan pada tahun anggaran berikutnya (carry over) sebesar Rp20,44 triliun, yang terdiri dari pengalihan tahun ini ke tahun berikutnya sebesar Rp15,22 triliun, dan carry over ke tahun berikutnya sebesar Rp5,22 triliun.
Pemerintah mengajukan kembali anggaran subsidi listrik, termasuk kekurangan bayar subsidi tahun-tahun sebelumnya dengan total Rp 56,68 triliun di RAPBN-P 2016 karena alasan pencabutan subsidi listrik untuk golongan 900 VA gagal direalisasikan tahun ini. Di sini DPR berharap pemerintah agar segera mentuntaskan pengalihan itu.
Seharusnya subsidi listrik dinikmati masyarakat yang berhak menerima, bukan yang punya kos-kosan banyak tapi pasang meteran 450 VA supaya dapat subsidi atau orang yang pakai listrik 900 VA di dapur dan di depan rumah. Jadi kita sepakati subsidi listrik tetap Rp 38,38 triliun (kebutuhan tahun berjalan). Dan kalau ditambah kekurangan bayar, yang disepakati total subsidi listrik Rp 50,66 triliun.
Keadilan ekonomi mutlak diperlukan melalui langkah riil pemberian subsidi tepat sasaran. Jangan ada lagi masyarakat mampu masih saja menikmati subsidi. [*]
Oleh: MH. Said Abdulah
Anggota DPR RI, asal Madura