SUMENEP, koranmadura.com – Potensi pertanian di Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, cukup luas. Namun, hingga saat ini petani di kabupaten berlambangkan kuda terbang ini belum sejahtera.
Saat panen raya harga komoditi hasil pertanian selalu anjlok, sebaliknya saat musim tanam harga komoditi malah meningkat. Kondisi tersebut karena ekonomi tidak stabil. Sehingga pemerintah perlu menghidupkan kembali lumbung pangan desa.
“Bagi kami lumbung pangan itu wajib hukumnya digalakan. Biar masyarakat petani semakin sejahtera,” kata anggota Komisi II DPRD Sumenep, Badrul Aini.
Menurutnya, keberadaan lumbung pangan di setiap desa, utamanya di Pulau Kangean sangat dibutuhkan. Mengingat sektor pertanian di pulau yang terdiri dari dua kecamatan cukup luas, yakni sekitar 17 hektar, dengan satu kali panen mampu memproduksi ratusan ton.
Hasil panen tersebut, kata Badrul, oleh petani dijual kepada pengepul di daerah daratan dengan harga yang cukup murah, yakni kisaran Rp 6 ribu per kilogramnya.
Sementara disaat tertentu, seperti saat cuaca esktrem harga beras yang dijual oleh pengepul atau pedagang kepada petani jauh diatas harga jual saat panen raya, yakni bisa mencapai Rp 20 ribu per satu kilogram.
“Kalau musim panen pasti harga beras murah, tapi saat musim tanam dan bertepatan pada cuaca ekstrem harga beras Rp20 ribu per kilonya itu dianggap biasa. Itupun kalau stoknya ada,” jelasnya.
Oleh sebab itu, lumbung pangan sangat diperlukan sebagai sarana atau tempat penyimpanan bahan pangan bagi masyarakat desa dan dimanfaatkan pada saat musim paceklik atau saat terjadinya kerawanan pangan.
Apalagi kata Politisi Partai Bulan Bintang (PBB) itu lumbung pangan diataur dalam Undang-undang Nomor 18 tahun 2012 tentang pangan.
“Jadi tidak ada alasan lagi bagi pemerintah daerah untuk tidak menyedikan lumbung pangan, utamanya di daerah kepulauan. Sehingga masyarakat ke depan sejahtera,” tegasnya. (JUNAIDI/MK/VEM)