Kecuali sesama teroris, tak ada alasan sedikitpun yang dapat membenarkan keberpihakan siapapun terhadap teroris. Pikiran, sikap, perilaku, kepentingan apapun semua harus diarahkan hanya untuk melawan teroris. Negara, rakyat –kecuali sesama teroris- yang berpikiran sehat akan berdiri bersama dengan aparat hukum untuk memerangi teroris.
Ini bukan sebuah penggalan pemikiran dan sikap. Tetapi lebih sebagai respon rasional demi kemanusiaan. Bagaimanapun tindakan teroris, atas dasar kepentingan apapun tidak dapat dibenarkan dari sudut pandang apapun.
Perang antar kekuatan militer mungkin masih memiliki pembenaran. Karena mereka yang terlibat dalam peperangan adalah orang-orang yang ditugaskan berperang. Mereka dari sejak awal sudah menyadari resiko jika harus gugur dalam menjalankan tugas. Mungkin ada cemohan terkait rekayasa ataupun kepentingan sehingga perang terjadi. Namun tetap masih ada legitimasi atau alasan yang dapat dipertanggungjawabkan.
Terorisme sangat jelas merupakan tindakan tanpa tanggungjawab. Mereka jika diibaratkan pertandingan bola adalah orang-orang yang menendang bola tanpa aturan. Tidak jelas ke mana bola ditendang. Tidak jelas lawan yang dihadapi. Yang penting menendang.
Bukan hal luar biasa jika kemudian yang menjadi korban adalah orang-orang yang sama sekali tak memiliki kaitan dengan maksud dan tujuan terorisme. Wanita, anak-anak, orang tua, yang tidak tahu tentang apa yang jadi tujuan teror dapat menjadi korban. Bahkan, kadang yang jadi korban mereka yang menjadi bagian dari teror itu sendiri. Sebuah gambaran betapa distorsi teroris memang tanpa batas apapun. Bisa dibayangkan jika orang-orang yang menjadi bagian dari teroris sendiri karena ketakjelasan “aturan main” dapat menjadi korban, apalagi orang yang sama sekali tidak memiliki kaitan.
Di sinilah mengapa tidak ada ruang secuilpun yang dapat menjadi pembenaran bagi keberpihakan kepada para teroris. Atas dasar alasan apapun, tindakan apapun, pikiran apapun, komentar apapun, harus sejalan perlawanan menghadapi teroris. Ini menyangkut perlindungan nilai kemanusiaan!
Kepentingan ekonomi boleh berbeda di antara negara. Kepentingan politik sangat mungkin berseberangan. Persaingan pengembangan ilmu pengetahuan dapat berlangsung sengit. Kompetisi olahraga bisa berlangsung menegangkan antar kelompok dan bahkan antar negara. Namun ketika menyangkut teroris semua batas setinggi apapun “terhancurkan” sehingga semua menyatu dalam barisan perlawanan.
Demikianlah seharusnya pikiran, komentar dan sikap yang dikedepankan ketika merespon kejadian di Penjara, Mako Brimob. Apalagi telah jatuh korban lima aparat kepolisian. Seluruh rakyat negeri ini –kecuali teroris sendiri- harus bersama-sama berbaris melakukan perlawanan pada teroris.
Mungkin ada yang kecewa ketika pernah ada kasus Gayus, yang bisa berkeliaran walau sudah jadi terpidana. Mungkin ada yang kesal ketika para terpidana narkoba masih bisa seenaknya mengendalikan bisnis haram dari penjara. Mungkin ada yang gregetan ketika terpidana dalam berbagai kasus kadang mendapat perlakuan spesial sehingga walau hidup di penjara tak berbeda dengan di hotel berbintang. Demikian pula, masyarakat kesal ketika petugas lapas kongkalikong sehingga terpidana tetap bisa bermain ponsel. Namun berbagai kekecewaan dan kekesalan itu harus dibuang jauh, dilempar terlebih dahulu jika sudah menyangkut persoalan menghadapi teroris. Semua harus membuang apapun: kekesalan, kekecewaan, kemarahan, kecemburuan lalu kemudian berbaris bersama untuk menghadapi teroris.
Ini logika umum dan bahkan sudah menjadi aksioma yang perlu selalu diingatkan agar jangan sampai kekecewaan pada aparat hukum misalnya, membuat kita keluar dari barisan dalam menghadapi dan melawan tindakan teroris. Semua harus bersatu dalam barisan perlawanan menghadapi teroris.