Oleh : Miqdad Husein
KH. Said Aqil Siradj dianggap melempar bola panas ketika menyatakan Wahabi, yang tokohnya Muhammad Abdul Wahab sebagai biangkerok terorisme. Berbagai tanggapan pun muncul termasuk bantahan dari Muhammadiyah.
Muhammadiyah memiliki dasar menolak seluruh tudingan KH. Said Aqil Siraj karena sejarah memang memaparkan keterkaitan berdirinya dengan Muhammad Abdul Wahab. Tokoh itu oleh sementara kalangan memang dianggap salah satu inspirasi berdirinya Muhammadiyah dan diklaim pembaharu Islam dengan semangat pemurnian ajaran Islam.
Dari dua pendapat berbeda ini, sebenarnya tidak ada yang salah baik dari pernyataan Kiai Said Aqil dan tanggapan serta penolakan Muhammadiyah. Yang perlu digaris bawah adalah bagaimana sebenarnya dinamika perkembangan pemikiran Wahabi dan realitas sosial pemikiran Muhammadiyah kekinian. Muhammadiyah dikedepankan karena dianggap memiliki persambungan pemikiran pemurnian Muhammad Abdul Wahab.
Pernyataan Kiai Said bahwa Wahabi sumber teror jelas bukan tanpa dasar. Pemikiran Muhammad Abdul Wahab dari sejak awal memang penuh kontroversi. Semangat pemurnian yang digaungkan mendorong merebak pemikiran ‘merasa paling’ benar. Perbedaan pendapat dalam persoalan keislaman dianggap tabu.
Tafsir tunggal ini dalam perkembangan telah memicu pengerasan kelompok. Merasa paling benar dan orang lain yang berbeda dianggap salah bahkan dikafirkan. Ya membentuk kelompok takfiri.
Sangat jelas persambungan dengan ideologi pemikiran teroris. Merasa paling benar sendiri, yang lain salah lalu melakukan tindakan kekerasan.
ISIS, Al Qaidah, JAD sebagai organisasi teroris memperlihatkan perilaku anti perbedaan dan kejam luar biasa. Dalam satu kesempatan seorang ulama ISIS sendiri yang hanya memberikan masukan agar tawanan tidak dihukum bakar, langsung dihukum mati. Hanya karena tidak setuju hukuman bakar.
Namun tentu saja semangat pemurnian Muhammad Abdul Wahab tak sepenuhnya ditafsirkan kaku. Bisa karena faktor interpretasi juga kepentingan.
Wahabi yang berkembang di Arab Saudi sangat apolitik. Pemerintah Saudi Arabia memanfaat anatomi kebenaran tunggal sebagai tafsir pemerintah. Sehingga pemerintah selalu dianggap benar.
Secara anatomi tetap saja yang terpapar adalah kebenaran tunggal. Yang membedakan ada otoritas bernama negara disertai seperangkat perundang-undangan.
Jadi Wahabi memang tidak satu warna. Ada yang terperangkap tindak teroris, ada yang politis, lainnya anti politik, kelompok lain cenderung bersikap moderat dalam penerapan pemikiran Muhammad Abdul Wahab.
Muhammadiyah berada pada posisi terakhir. Berdiri terinspirasi pemurnian Muhammad Abdul Wahab bersemangat memberantas TBC. Dalam perkembangan justru memilih jalan moderat serta aksentuasi pada kegiatan sosial.
Ketika belakangan merebak kelompok salafi, assunnah, yang sebenarnya ya Wahabi, bersemangat kembali ke semangat salafussaleh, kembali ke ajaran Rasulullah, Muhammadiyah justru merasa sedikit terganggu dalam konteks sosial.
Pada Muktamar di Makassar tegas Muhammadiyah dalam salah satu keputusan menyebut tentang pengerasan kelompok. Sesuatu yang juga ‘dilawan’ Nahdatul Ulama ( NU) dengan Islam Nusantara sementara Muhammadiyah menggunakan jargon Islam Berkemajuan, bersemangat moderasi.
Tidak ada alasan menerima tindakan kekerasan teror atas dasar pemikiran pemurnian Islam Muhammad Abdul Wahab. Namun perlu juga dipahami tidak satu tafsir dan tidak seluruhnya pikiran Muhammad Abdul Wahab melahirkan tindakan teror. Bahwa tafsir tunggal memang potensial melahirkan tindakan kekerasan sulit diingkari. Tetapi Muhammadiyah meredam dan mengemas menjadi energi sosial luar biasa dengan sikap moderasi yang menerima perbedaan.