SAMPANG, koranmadura.com – Mendekati musim kemarau, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sampang, kini mulai melakukan pemetaan daerah-daerah rawan kekeringan kritis.
Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Sampang, Asroni menyampaikan pemetaan daerah terdampak kekeringan kritis di wilayahnya dilakukan dengan metode pengumpulan data tingkat dusun.
“Saat rapat koordinasi bersama 14 Kecamatan dan OPD terkait, sepakat menggunakan data berbasis Dusun saat medroping air bersih di beberapa daerah terdampak kekeringan tahun ini,” katanya, Kamis, 11 Agustus 2022.
Adapun kategori daerah atau dusun yang dikategorikan dalam daerah kering kritis manakala jarak daerah tersebut berada jauh sekitar 5 km dari keberadaan sumber mata air serta tidak adanya air untuk dipergunakan dalam keperluan sehari-hari, seperti untuk masak, mandi, maupun mencuci.
“Bagi dusun yang dekat dengan sumber air tidak bisa dibantu. Kami hanya mengambil daerah yang jauh dari sumber air, karena daerah seperti itu masuk dalam kategori kekeringan kritis,” jelasnya.
Namun begitu, pihaknya mengaku untuk data jumlah daerah-daerah kekeringan kritis belum diketahui, sebab beberapa pelaporan dari tingkat Kecamatan masih belum sesuai dengan metode yang diterapkan BPBD saat ini.
“Jadi laporan itu, kami kembalikan lagi agar metodenya menggunakan data di tingkat dusun, bukan lagi desa. Sedangkan pada 2021 lalu, data jumlah daerah yang masuk kategori kritis yaitu sebanyak 74 desa dan satu kelurahan,” katanya.
Lanjut Asroni menyampaikan, pada 2021 lalu, pihaknya pernah mengambil data di tingkat dusun namun tidak secara spesifik. Sehingga untuk tahun ini, pengumpulan data kekeringan kembali menggunakan metode tingkat dusun dengan spesifikasi. Sehingga dari data itu kemudian diharapkan sangat tepat sasaran sesuai dari pelaporan dari tingkat Kecamatan.
“Nantinya setiap desa tidak akan sama mendapat droping air bersih. Kami akan memberikan bantuan sesuai jumlah dusun yang masuk dalam kekeringan kritis dan sesuai usulan Kecamatan. Jika data per dusun itu ter-caver, maka kami akan berkoordinasi dengan PDAM dalam penentuan debit air yang akan disalurkan ke daerah terdampak,” jelasnya.
Selain itu, Asroni mengaku belum melakukan kegiatan tersebut lantaran pula pihaknya belum menerima laporan dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Jawa Timur terkait dampak kekeringan khususnya untuk wilayah Kabupaten Sampang, terlebih waktu puncak kekeringan.
“Kami tetap antisipasi soal dampak kekeringan. Makanya data sementara belum semua rampung sehingga jumlah armada yang dibutuhkan belum bisa kami usulkan ke PDAM termasuk pula jumlah droping air bersih yang akan disalurkan yang nantinya disesuaikan dengan kemampuan anggaran,” ujarnya.
Pihaknya menegaskan, untuk perampungan data per Dusun tersebut, pihaknya menyebutkan akan rampung pada 12 Agustus 2022 mendatang.
“Saat rapat koordinasi BPBD Sampang minta agar setiap Kecamatan melaporkan daerah mana saja yang berpotensi terdampak kekeringan kritis tahun ini,” terangnya. (MUHLIS/DIK)