JAKARTA, Koranmadura.com – Integritas Jimly Asshiddiqie patut diragukan ketika bertugas sebagai Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk memeriksa dan mengadili dugaan pelanggaran etik Ketua MK Anwar Usman.
Pasalnya, Jimly Asshiddiqie secara politik sudah terang-terangan mendukung Prabowo Subianto, calon presiden (Capres) pada Pilpres 2024.
Selain itu, putra Jimly, Robby Asshiddiqie juga merupakan calon legislator Partai Gerindra pimpinan Prabowo Subianto.
Sementara materi dugaan pelanggaran etik Ketua MK Anwar Usman yang akan diperiksa Jimly terkait dengan putusan syarat usia Capres-Cawapres yang akhirnya meloloskan ponakannya yang juga putra Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, menjadi Cawapres Prabowo Subianto.
Keraguan akan integritas Jimly Asshiddiqie itu disampaikan Lembaga kajian demokrasi Public Virtue Research Institute (PVRI) dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa 24 Oktober 2023.
“Jimly pernah menemui Prabowo pada awal Mei 2023. Dari pertemuan itu, Jimly pernah mengakui dukungannya kepada Prabowo dalam Pilpres 2024. Kemudian, salah seorang anak Jimly, yaitu Robby Ashiddiqie juga merupakan calon legislator Partai Gerindra pimpinan Prabowo,” kata Direktur Eksekutif PVRI, Yansen Dinata.
Menurut Yansen, keberadaan Jimly di Majelis Kehormatan MK hanya akan mempertegas posisi MK sebagai Mahkamah Keluarga dan tidak akan pernah membawa perubahan pada lembaga yang pernah dipimpinannya itu.
Ini tentu akan sangat mengancam independensi lembaga itu sebagai satu-satunya institusi yang akan mengadili sengketa Pemilu 2024 nanti.
“Pemilu yang adil memerlukan kekuasaan kehakiman yang berani melakukan check and balances atas penyelenggara negara eksekutif. Dengan kondisi MK saat ini serta komposisi Majelis Kehormatan yang kental konflik kepentingan, sulit berharap adanya putusan yang berkeadilan jika ada sengketa politik peserta Pemilu,” tambah Yansen.
Yansen memperkirakan, Mahkamah Konstitusi (MK) berpotensi memicu konflik politik yang serius dalam Pemilu 2024 dan membuat demokrasi Indonesia berada di ujung tanduk.
Dan, komposisi Majelis Kehormatan menambah daftar pelemahan kredibilitas Mahmakah Konstitusi sebagai pengawal konstitusi dan demokrasi di Indonesia.
“Pelemahan demokrasi dan kebebasan sipil membesar jika Pilpres 2024 memenangkan dinasti. Ini bagian dari rentetan peristiwa yang menandai kemunduran demokrasi. Ini juga merupakan bentuk pewajaran praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Publik disuguhi pasangan dinasti era Soeharto dan era Jokowi,” jelas Yansen. (Sander)