JAKARTA, Koranmadura.com – Ketua DPR RI Puan Maharani berdialog dengan Forum Masyarakat Industri Rokok Seluruh Indonesia (FORMASI) Malang Raya, Jawa Timur, pada Sabtu 20 Januari 2024.
Dalam kunjungan ke Malang ini, Puan Maharani didampingi oleh anggota DPR RI dari Dapil Jatim V Malang Raya yakni Kris Dayanti (KD) dan Andreas Eddy Susetyo.
Sebanyak 50 orang pelaku industri rokok kecil dan menengah se-Malang Raya hadir dalam dialog tersebut.
Adapun industri rokok di Malang tersebut cukup banyak menyerap tenaga kerja. Industri rokok sendiri menjadi salah satu tulang punggung ekonomi di Malang Raya.
Dari 225.000 tenaga kerja di industri rokok se-Malang Raya, mayoritas adalah perempuan.
“Saya senang bertemu dengan para pengusaha rokok karena rokok memiliki status yang unik di Indonesia di mana rokok di Indonesia adalah sebuah industri tetapi juga sekaligus budaya,” kata Puan.
Rokok, kata Puan, perlu dilihat bukan hanya produk akhirnya saja. Ada berbagai faktor lainnya yang harus mendapat perhatian.
“Ada aspek petani tembakau, petani cengkeh, buruh, pabriknya, pengusahanya,” ujarnya.
Sementara itu dari kacamata budaya, Puan mengatakan rokok sering ditemukan sebagai bagian dari acara adat istiadat berbagai suku di Indonesia.
“Rokok sudah menjadi bagian dari sejarah rakyat Indonesia seperti yang terlihat di film serial ‘Gadis Kretek’ yang tayang di Netflix,” ungkap Puan.
Karena posisi rokok yang unik di Indonesia, DPR RI disebutnya tidak pernah gegabah atau tergesa-gesa dalam mengambil keputusan terkait urusan rokok.
Sebab setiap keputusan yang diambil dapat berdampak kepada industri rokok di Indonesia.
“DPR RI benar-benar melihat semua aspek. DPR RI benar-benar mendengar semua pemangku kepentingan dari sisi hulu sampai hilir. DPR RI benar-benar mempertimbangkan semua skenario yang bisa terjadi sebagai hasil dari sebuah kebijakan,” papar mantan Menko PMK itu.
Menurut Puan, salah satu hal yang menjadi perhatian DPR adalah persoalan mengenai cukai rokok karena banyak memiliki pro-kontra dan dampak.
Ia mengatakan, DPR tidak ingin melihat cukai rokok hanya dari kacamata pendapatan negara saja.
“Tetapi juga perlu dilihat dari kacamata dampaknya kepada pengusaha rokok dan kepada para petani tembakau dan cengkeh,” ucap Puan.
Dalam kesempatan tersebut, Puan mendengarkan aspirasi dari pelaku industri rokok Malang Raya yang hadir. Banyak dari mereka yang menyampaikan keluh kesahnya.
Para pelaku industri rokok Malang Raya tersebut meminta agar Pemerintah membuat peta jalan bagi mereka agar bisa menjalani usaha dengan nyaman.
Termasuk dengan pemberian cukai yang adil, mengingat apabila cukai mahal maka konsumen akan beralih ke rokok ilegal.
“Roadmap kebijakan pemerintah ke depan untuk industri rokok seperti apa? Libatkan pengusaha dalam pengambilan kebijakan. Lahirnya rokok ilegal juga dipengaruhi karena proses izin pabrik rokok yang panjang dan rumit,” kata salah seorang pelaku industri kecil rokok di Malang, Sahrulkarim.
Menurut Sahrulkarim, sejak industri rokok berkembang di Malang, kriminalitas di wilayah tersebut berkurang. Oleh karenanya ia meminta dukungan dari Pemerintah.
“Rokok bisa jadi keunggulan Indonesia, bisa ekspor ke mana-mana,” ujarnya.
Terkait cukai rokok, Ketua Asosiasi Rokok Menengah Kecil Malang, Heri Susianto meminta agar pemerintah lebih mempertimbangkan para pelaku industri kecil menengah.
“Industri rokok seperti BUMN swasta, 75 persen produk kami diminta negara.
Kami berharap negara jangan berbisnis dengan rakyat. Bagi hasil cukai. Karena rokok ilegal menjadi subtitusi kalau rokok legal dengan cukai harganya terlalu mahal karena pajak,” terang Heri. (Gema)