Oleh : MH. Said Abdullah
Ini lebaran kesekian kali berbeda, di tengah masyarakat negeri ini. Muhammadiyah memutuskan berlebaran tanggal 9 Juli 2022, sementara keputusan pemerintah berdasarkan sidang istbat tanggal 10 Juli. Ternyata tak hanya pada dua tanggal itu berlangsung lebaran Idul Adha. Jamaah Naqshabandiyah Sumatra Utara dan Sumatra Barat berlebaran sehari sebelum warga Muhammadiyah, tepatnya tanggal 8 Juli.
Sempat merebak perdebatan tentang keputusan pemerintah, yang tidak bersesuaian dengan pelaksanaan wukuf di Arafah, yang berlangsung tanggal 8 Juli. Artinya, Arab Saudi berlebaran Idul Adha tanggal 9 Juli, sama dengan warga Muhammadiyah.
Yang menarik, berdasarkan data berbagai media, tidak hanya Indonesia yang berbeda dengan Arab Saudi. Afghanistan, Brunai DS, Hongkong, Jepang, Malaysia, Pakistan, Singapura, termasuk Bangladers berlebaran pada tanggal 10 Juli, sama dengan keputusan pemerintah Indonesia.
Menarik mencermati tiga lebaran di negeri ini. Walau terjadi perbedaan, ternyata suasana biasa saja. Praktis, tidak ada gejolak sama sekali. Termasuk, pelaksanaan Idul Adhad kalangan pengikut tarekat Naqshandia berlangsung aman tanpa gangguan. Sebuah gambaran betapa keragaman keagamaan di negeri ini dapat eksis tanpa saling usik, sehingga semua berjalan damai.
Terhadap aktivitas warga Muhammadiyah sama sekali tidak terdengar tekanan dari aparat pemerintah. Himbauan bernada agar merayakan Idul Adha bersama-sama, praktis juga tak terdengar. Bahkan, pemerintah menfasilitasi terutama -warga Muhammadiyah, yang melaksanakan sholat Idul Adha, sehari lebih awal.
Lagi-lagi ini gambaran betapa keragaman keyakinan keagamaan demikian eksis tanpa ada halangan apapun. Siapapun dapat beribadah sesuai keyakinan masing-masing. Yang terpenting tertib, tidak mengganggu masyarakat lainnya. Selesai.
Tidak terbayangkan jika keanekaragaman itu terjadi di negara lain. Di Arab Saudi misalnya, hampir tidak pernah ada lebaran beda. Semua organisasi, kelompok masyarakat, harus mengikuti keputusan pemerintah. Akan ada resiko hukum bila ternyata ada yang membangkang dari keputusan pemerintah. Bahkan ada kemungkinan, akan terkena sanksi hukuman mati di negara yang monolitik atau otoriter.
Inilah dinamika keislaman dan keagamaan indah di negeri ini. Keragaman diberikan keleluasaan, tanpa ada intervensi pemerintah. Masyarakat dapat leluasa mengaplikasikan keyakinannya, tanpa ada larangan dari pemerintah. Nikmat kemerdekaan mana lagi yang didustakan!
Sepantasnya suasana indah ini disyukuri dan dipelihara serta dirawat dengan baik. Keanekaragaman beragama saja yang didalamnya ada unsur keimanan demikian berlangsung indah, apalagi hal lain yang lebih bersifat ecek-cek. Apalagi, yang dicari oleh segelintir ummat beragama yang seenaknya memaksakan pendapat harus sama dan gampang menyalahkan mereka yang berbeda. Apalagi, kadang perbedaan yang sangat elementer.
Negeri ini demikian indah. Perbedaan keyakinan dapat hidup damai. Sebuah kondisi yang sangat luar biasa. Karena itu jangan lagi dibiarkan mereka yang membawa perbedaan keyakinan ke wilayah politik praktis, hanya demi memuaskan syahwat kekuasaan hingga menimbulkan keterbelahan masyarakat. Terlalu mahal kedamaian keanekaragaman negeri ini, jika dibandingkan kepentingan instan kekuasaan.Harus dijaga kedamaian indah ini dari tangan-tangan terutama -para politisi, yang menjadikan agama sebagai amunisi kepentingan.
Damai negeriku, jayalah Indonesiku.