TANAH GARAM
karena rindu, ombak
menjelma gemuruh
dalam dadamu
bermusim-musim
kecemasan pasir
yang menghembus
seketika terik, paceklik
menyeruak ke arah mata
menderas, bersama dahaga
sempit resah hidupmu
antara diam dan terkapar
memburaikan kelam
terpaku langit
menahan gemetar haus
yang terkuak kering
sampai ke tanah.
Madura, 2013
BUMI PEMBATIK
kami ikat segala yang terlampir
sayup-sayup dedaun melambai
disapu sinar matahari
menguak garis nusantara
kami lukis segala urat
memperteguh larik jiwa
kelanamu di bumi orang
memendari kami di sini
kami selami segala arti
pada sesuatu yang sejak dahulu kami mengerti
menjabar ceruk nurani
menghangati wajahmu pada pijarannya
ini pulau cantik nan asri
ini pulau batik mengenali diri
kami pun lukis sinar matamu
dan kami hayati lubuk hatimu
menerjemah segala rahasia
yang diombak puncak rasa.
Sumenep, 2011
PEMUKUL GENDANG SARONEN
dengan kepala berselendang
ia tabuh sebentang kulit
hangat dan terik
berdentum di puncak lembah
matahari tepat di atas kepala
memanah sang pangantan jhârân
dalam gelegar suara
yang membakar kisar lalang
tak tumbuh
ditingkah pengantin berkuda
ia menjelma pengiring
dengan kaki kungseng
setiap kali bunyi diacak
acapkali dingin menepi
ke puncak nurani
di tubuhnya
yang menopang gendang
tersulam gemuruh
ia berlenggak-lenggok
menghunjam tatapanmu
yang silau
dihempas gelora waktu
sementara pendar bunyi
dari serat tabuh
masih membubung angkasa
terus memburu di tanahku
Banuaju, 2011
DUA KIDUNG MAJANG
tujuh laut kurakit dalam sajak
tujuh perahu kulayar ke atasnya
diseret arus dalam garam kata-kata
tersangkut jadi syair dalam jiwa
ke pulau tergantung ke langit
matahari tak terbit sehabis panen
di cangkang ikan mimpi menuai ringgit
membawa pulang beribu pelayaran
Madura, 2013
TENTANG PENULIS
*. A’yat Khalili, ia dilahirkan di Kampung Telenteyan, Desa Longos, Kecamatan Gapura, Kabupaten Sumenep, 10 Juli 1990. Karya-karyanya berupa puisi, cerita pendek, esai, artikel dan ulasan—pernah tersebar di pelbagai media lokal dan nasional, juga banyak mendapat penghargaan. Dan sebagian lain karyanya termaktub dalam beberapa antologi; Puisi Menolak Lupa (unggun reliji, 2010), Pukau Kampung Semaka (lampung, 2010),Sauk Seloko (PPN VI—DKJambi, 2012), Negeri Abal-abal (KKK, 2013), Dialog Taneyan Lanjhang (2013), Lelaki yang Dibeli (obsesipress, 2011), Pendidikan Karakter; Wacana dan Kepengaturan (2013), Cinta dan Sungai-Sungai Kecil Sepanjang Usia (Grafindo, 2013), Puisi Menolak Korupsi 2a (2013), Ibu Nusantara, Ayah Semesta (Gramedia Pustaka Utama, 2013), Tifa Nusantara (2014), Risalah Melayu Nun Serumpun (KL, Malaysia, 2014), dll. Sementara buku tunggalnya yang baru terbit, Pembisik Musim (Maret, 2014). Ia pernah diundang mengikuti Temu Sastrawan Melayu Raya (NUMERA) ke-1 (Padang, Sumatera Barat 2012); menghadiri Pertemuan Penyair Nusantara (PPN) ke-6 (Jambi, Desember 2012); undangan Sempena Mahrajan Persuratan dan Kesenian Islam Nusantara ( Sabah, Malaysia, Januari 2012); Pemerhati Pertemuan Baca Puisi Dunia Numera (Kuala Lumpur, Malaysia, 21-24 Maret 2014), dll. Ia sekarang mendirikan Pusat Buku & Dokumentasi Roma Maca A’yat Khalili (Rumah Baca) di kotanya.