JAKARTA – Komisi II DPR diminta berkomunikasi dengan Presiden atau pemerintah untuk mendapatkan kepastian bahwa penyimpangan program dana desa pada tahun-tahun pertama ini tidak diklasifikasikan sebagai tindak pidana korupsi. Alasannya, para kepala desa akan mengalami kesulitan untuk membuat administrasi keuangan seperti dilakukan instansi dan lembaga pemerintah.
“Komisi II agar mengambil prakarsa untuk berbicara dengan Presiden yang akan memerintahkan Jaksa Agung dan Kepolisian untuk tidak mengacak-acak administrasi keuangan dana desa,” kata Pakar hukum tata negara Margarito Kamis dalam Dialog Pilar Negara yang diselenggarakan MPR bekerjasama dengan wartawan parlemen di Ruang Presentasi Perpustakaan MPR, Kompleks MPR/DPR/DPD, Jakarta, Senin (4/5). Turut berbicara dalam dialog ini Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Lukman Edy.
Menurut Margarito, terbuka kemungkinan terjadi penyimpa-ngan yang masif dalam program dana desa ini. Potensi penyimpangan ini luar biasa besarnya. Karena, dia mengusulkan pada tahun pertama ini, agar penyimpangan dalam program dana desa tidak diklasifikasikan sebagai tindak pidana korupsi.
“Tidak masuk akal, kepala desa yang terbiasa dengan uang yang nilainya tidak besar kemudian dengan program dana dana desa ini diminta untuk membuat administrasi keuangan negara seperti lembaga-lembaga peme-rintah lainnya,” ujarnya.
Margarito menyebut tahun pertama dalam program desa ini sebagai periode pembelajaran. Untuk selanjutnya para kepala desa bisa belajar membuat laporan administrasi keuangan negara.
“Kita jangan membayangkan para kepala desa seperti orang-orang di kota. Untuk tahun pertama ini bisa menjadi periode pembelajaran misalnya dengan memberi pengecualian hukum,” katanya.
Sudah Disalurkan
Sementara itu, Lukman Edy mengungkapkan pada tahun pertama ini desa mendapat dana minimal Rp 240 juta dan maksimal Rp 350 juta. Padahal sesuai dengan UU No. 6 Tahun 2014, setiap desa akan mendapat dana Rp 1 miliar. “UU itu dikenal de-ngan UU Rp 1 miliar,” katanya.
Pengucuran dana Rp 1 miliar kepada setiap desa dilakukan secara bertahap.
Menurut roadmap, jelas Lukman Edy, dalam program dana desa disalurkan 10% dari dana transfer ke daerah. Pada tahun 2015, sekitar 3,5% dari dana transfer ke daerah untuk dana desa. Tahun berikutnya (2016) naik menjadi 5,5% atau sekitar Rp 40 triliun. Dan pada tahun 2017 mencapai 10% dari dana transfer ke daerah atau sekitar Rp 100 triliun. “Pada bulan April, sekitar 40% dari dana Rp 240 juta itu, atau sekitar Rp 96 juta, sudah di-salurkan kepada desa,” katanya.
Dana itu lebih dulu parkir di kabupaten sekitar tujuh hari baru kemudian disalurkan ke desa. Untuk mendapatkan dana desa itu, setiap desa harus lebih dulu memiliki Rencana Kerja Pemba-ngunan Desa (RKPDes) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes). “Semuanya sekarang sudah clear dan tidak ada masalah,” tandasnya.
(GAM/AJI/ABD)