
Penulis : Syekh Muzaffer Ozak
Penerjemah : Iradatul Aini
Penerbit : Serambi, Jakarta
Cetakan : I, 2016
Tebal : 211 halaman
ISBN : 978-602-1687-86-4
Setidaknya terdapat dua aspek dalam ajaran setiap agama: eksoteris dan esoteris. Pada aspek esoteris ini diketahui bahwa semua agama sama-sama menyimpan ajaran luhur yang bersifat universal: kejujuran, keadilan, integritas, pengabdian, cinta, kasih sayang dan lain-lain. Sementara aspek eksoteris yang mewujud dalam ritual-formal hanya merupakan “jalan lain” mencapai Tuhan, yang tentu tidak akan pernah sama dalam agama yang berbeda.
Meskipun buku ini ditulis oleh seorang mistikus Muslim, Syekh Muzaffer Ozak, seorang mursyid tarekat Khalwati-Jerrahi, akan tetapi di dalamnya sang Syekh nyaris tidak pernah mempersoalan “jalan” dan “cara” yang ditempuh oleh manusia untuk mencapai dan meraih cinta Tuhan.
Dengan tegas Syekh Ozak menyatakan bahwa jalan sufi (tasawuf) tidak berbeda dengan mistisisme dalam semua agama. Menurutnya, mistisisme berasal dari Nabi Adam a.s. Dalam perjalanan berikutnya, ia mengambil bentuk dan pola yang berbeda, seiring perjalanan, perkembangan dan perubahan masa. Ia laksana sungai yang melewati banyak negeri dan masing-masing mengaku memilikinya, tapi sungai itu hakikatnya hanya satu. Kebenaran tak pernah berubah. Manusialah yang berubah (hal. 29).
Upaya mencapai cinta Tuhan oleh Sang Syekh banyak dirumuskan dalam bentuk pengabdian dan pelayanan kepada makhluk Tuhan. Mencintai Tuhan, berarti mencintai semua makhluk Tuhan, tanpa melihat jenis kelamin, warna kulit, ras, bahasa, asal-usul, agama, dan atribut-atribut lain yang melekat pada mereka.
Syek Muzaffer berkisah tentang salah satu kakeknya yang selalu melayani siapa saja yang bertamu ke rumahnya, tanpa pernah menanyakan agama mereka. Ia pernah menyediakan kambing guling untuk tamunya. Saat dihidangkan, tamunya berkata, “Alangkah enaknya, andai makanan ini dilengkapi sebotol anggur.” Saat itu sudah larut malam. Ia berada di lingkungan keluarga muslim yang tidak meminum minuman yang memabukkan. Tetapi demi melayani tamunya, ia pergi keluar rumah, dengan mengenyampingkan status dan harga dirinya. Ia harus berjalan jauh, karena penjual anggur yang dimaksud tamunya, tidak ada di sekitar (hal. 203-204).
Dalam konteks ini Syekh Ozak menampilkan banyak sekali kisah-kisah nyata yang dialami oleh dirinya dan orang lain, termasuk mengangkat kisah-kisah inspiratif berupa pengorbanan, pelayanan dan pengabdian serta cinta dan kasih sayang dari para mistikus sebelumnya, seperti Ibrahim bin Adham, Syekh Abdul Qadir al-Jailani, Abu Yazid al-Bustami, juga para Nabi seperti Ibrahim, Isa dan Nabi Muhammad. Buku yang awalnya merupakan ceramah dan kuliah yang beliau sampaikan saat saat berada di California selama kurun waktu kurang lebih lima tahun (1980-1985) menjadi samakin menarik karena mendapat sentuhan “editing” elegan dari muridnya, Robert Frager, Ph.D., seorang psikolog, pendiri Institute of Transpersonal Psychology dan direktur Spiritual Guidance Program.
Ajaran Syekh Ozak yang bertumpu pada penyebaran cinta dan kasih sayang pada semua makhluk Tuhan ini menuntut kerja kongkrit dari semua salik (para pejalan menunju Tuhan). Baginya, Tuhan tidak cukup dirayu dan didekati dengan doa dan dzikir, di tempat yang sepi. Meskipun hal ini penting sebagai upaya “penyinaran” ruang spiritualitas, akan tetapi semua itu menjadi hampa makna jika tidak diiringi dengan pengabdian dan pelayanan yang tulus pada setiap orang yang membutuhkan.
Syekh Ozak juga mengajak semua untuk senantiasa membersihkan diri dan ruang spritualitas mereka dari debu dan kotoran-kotoran yang setiap hari menempel dan akhirnya memberangus kesucian dan kebeningan.
Dengan menikmati uraian Syekh Muzaffer Ozak yang sangat santun dan penuh kelembutan, yang diselingi dengan untaian kisah-kisah keteladanan yang segar dan menggugah, pembaca seperti terseret untuk memasuki telaga indah dan teduh, yang dipenuhi dengan anggur kebijakan, yang sangat substansial dan universal, yang tidak akan pernah lekang oleh masa. Sebuah harta karun yang sungguh tak ternilai untuk kebaikan umat manusia. [*]
Oleh: Abdul Wahid
Dosen INSTIKA Guluk-Guluk Sumenep