Selesai mengimami sholat, seorang khotib dikerumuni sekitar lima orang jamaah sholat Jumat. Ada aura keheranan dari kelima orang itu. Dan benar, dari salah satu jamaah terlontar ungkapan keheranannya; “Khotbah bapak rada aneh,” katanya.
Khotib muda kini yang keheranan karena merasa tak ada yang luar biasa dari materi khotbahnya. “Apa yang aneh mas,” tanya khotib sambil menyeruput air mineral yang disediakan takmir masjid.
Jamaah masjid yang juga rata-rata muda itu mengehela nafas sejenak. Ia seperti agak ragu mengungkapkan persoalannya. Sambil berhati-hati salah seorang berkata, “Tak seperti biasanya untuk persyaratan menjadi pemimpin bapak menambahkan plus,” tuturnya, pelan. “Selama saya sholat di sini, khotib ketika berbicara masalah pemimpin hanya menegaskan pilihlah pemimpin muslim. Lalu dibacakan surat al Imran, al Maidah dan lainnya,” katanya lagi.
“Bukankah saya juga menegaskan hal serupa?” tanggap khotib. “Bapak menambah kreteria lainnya. Bapak tak hanya mensyaratkan muslim tapi juga mengharuskan Islami. Harus shiddiq, amanah, fatonah dan tabligh,” tambah jamaah lain.
Sang khotib muda itu tak menampik. Ia mengakuinya. Namun tak menyangka materi khotbahnya menimbulkan kegalauan. “Maaf, apakah salah menambahkan persyaratan itu?’ tanya sang khotib. Serempak kelima jamaah menggeleng kepala membuat khotib bernafas lega. Sebelumnya ia membayangkan akan diberondong serbuan bantahan, termasuk bayangan akan dianggap sesat.
“Uraian bapak tadi justru kami akui kebenarannya. Yang mengherankan, selama ini kami tak pernah mendapat penjelasan serupa. Para khotib lain termasuk dari pengajian-pengajian, hanya disebutkan harus muslim. Tak boleh memilih pemimpin non-muslim,” jelas salah seorang, yang kelihatan banyak mengikuti pengajian. “Usai penjelasan bapak tadi kami bingung. Betapa sulit mencari pemimpin Islami. Kalau sekedar muslim sih banyak,” katanya menambahkan.
Khotib kini tersenyum. Ia mulai memahami persoalan yang mengganjal dari lima jamaah muda itu yang hampir pasti terkait persoalan Pilkada Jakarta. Apalagi kalau bukan persoalan Ahok, yang dijejaring sosial ramai jadi perbincangan hingga mirif pasar malam.
Dalam persoalan kepemimpinan agama Islam sangat ketat luar biasa, jelas khotib, yang mulai merasa tenang . “Benar, bahwa seorang muslim wajib memilih pemimpin muslim.Itu normal saja seperti juga kalangan nasrani yang agamanya mewajibkan memilih pemimpin nasrani. Tak ada yang luar biasa,” jelas khotib. Menjadi masalah, lanjut khotib, ketika persyaratan itu hanya dikemukakan identitas semata. Padahal ada persyaratan lain harus dipenuhi seperti adil dan empat syarat lain . Termasuk akhlaq keseharian baik di keluarga maupun di luar rumah.
“Tapi susah sekali mencari yang seperti itu,” komentar anak muda, yang dari tadi kelihatan diam. “Itulah tantangan ummat. Makanya ummat harus pandai, cermat, teliti dalam memilih pemimpin,” tegas khotib.
Dalam kondisi apapun persyaratan pemimpin yang akan dipilih harus seperti itu, jelas khotib lagi. Persyaratan sepenggal sering dikemukakan karena kepentingan politik sesaat, cenderung pembodohan. “Bahkan ummat tak sekedar memilih tapi harus mengawasi pemimpin jangan sampai menghianati amanah,” tegas khotib.
Persoalan kepemimpinan bukan sekedar hanya identitas namun menyangkut seluruh aspek perilaku pemimpin. Islam sangat ketat luar biasa memberi tuntunan kepemimpinan. “Ini yang perlu dipahami ummat, sehingga tak terkecoh sekedar identitas ktp. Jangan sampai ktp Islam kelakuan bertolak belakang ajaran Islam,” papar khotib, sambil bergegas pamit. [*]
Oleh: Miqdad Husein
Kolumnis tinggal di Jakarta