JAKARTA | koranmadura.com – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menyebut ada sekitar 3.226 Peraturan Daerah (Perda) yang menghambat investasi. Ribuan Perda tersebut diduga telah bertentangan dengan peraturan perundang-undangan diatasnya.
“Perda kalau bertentangan dengan undang-undang yang lebih tinggi (dibatalkan). Yang lebih tinggi itu Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden dan bertentangan dengan kepentingan umum. Kepentingan umum itu pengertiannya ada di UU, yaitu bertentangan dengan kesusilaan,” kata Kabiro Hukum Kemendagri Widodo Sigit Pudjianto dalam diskusi ‘Meninjau Perda Inkonstitusional, Mewujudkan Tata Kelola Pemerintah yang Baik’ di Restoran Bumbu Desa, Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (5/6).
Menurutnya, Mendagri telah membuat sebuah instruksi ke gubernur, bupati, dan wali kota untuk segera menyampaikan perda-perda yang dianggap bertentangan.
Pembatalan ini merupakan tindak lanjut dari apa yang diatur dalam UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Di mana dalam UU tersebut dikatakan pemerintahan daerah mempunyai kewenangan dan otonomi untuk mengurusi daerahnya. UU itu membagi wilayah dalam wilayah besar dan kecil dan dipimpin bupati dan wali kota. “Gubernur wajib membatalkan Perda yang bermasalah. Kalau di tingkat provinsi laporkan kepada Kemendagri, nanti dibatalkan oleh mendagri. Mudah-mudahan Juni sudah selesai,” jelas Sigit.
Dia pun menceritakan bahwa presiden Republik Indonesia, Joko Widodo sempat memerintahkan Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo untuk segera membatalkan kurang lebih 3000 perda yang dianggap telah menghambat birokrasi dan investasi. “Janji Jokowi telah perintahkan Mendagri untuk segera membatalkan kurang lebih 3000 Perda yang dianggap menghambat birokrasi dan investasi,” terangnya.
Di tempat yang sama, Ketua Badan Legislasi DPR Supratman Andi Agtas mengaku banyak Perda yang bertentangan dengan pelaksanaan, bahkan undang-undang di atasnya.
Politikus Gerindra ini mencatat 98 UU yang berpotensi bermasalah terkait peraturan yang dibuat pemerintah. “Jadi kalau ada Perda bermasalah itu bukan surprise,” katanya.
Supratman mencontohkan regulasi soal mineral dan batu bara (minerba) yang dalam Perda kebanyakan melarang ekspor material. Faktanya, Keputusan Menteri (Kepmen) terkait justru memperbolehkan. “Buktinya PT Freeport dan Newmont ltu kan ekspor. Artinya, pemerintah pusat tidak konsisten,” tegasnya.
Sementara itu Anggota Komisi II Arteria Dahlan justru menganggap penghapusan Perda sebagai langkah tepat. Perda yang kini berlaku disebut meresahkan banyak pihak, seperti pembuat, pelaku usaha, masyarakat, dan pemerintah pusat.
Politikus PDI Perjuangan ini menjelaskan, Perda yang diatur dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 bukan bentukan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). UU itu sudah ada sebelum Jokowi menjabat. “Jadi ini langkah yang baik bagi pemerintah dan Kemendagri . Pemerintah sangat sigap melakukan gerakan yang begitu cepat,” ujar Arteria. (GAM/ABD)