SUMENEP – Puluhan Mahasiswa yang tergabung dalam Forum Komunikasi Mahasiswa Sumekar (FKMS), Selasa (2/6), mendatangi Kantor Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) PT Wira Usaha Sumekar (WUS). Demonstrasi tersebut untuk mempertanyakan ketidakjelasan dana penyertaan modal (Participating Interest/PI) sebesar Rp. 8,3 miliar.
Demonstran mengingikan pemerintah, dalam hal ini PT WUS sebagai pengelola bagi hasil migas, transparan terkait dana PI dan dana bagi hasil (DBH) migas, serta tegas menindak perusahaan migas yang belum memiliki izin.
Zainullah, korlap aksi, menilai, PT WUS tidak transparan sehingga dana participating interest (PI), community development (comdev), corporate social responsibility (CSR) tidak terkelola dengan baik. Bahkan, menurutnya, cenderung tidak mengangkat perekonomian masyarakat.
“Kami berharap kepada pihak eksekutif dan legislatif, PT WUS bertindak kooperatif dan transparan dalam persoalan migas. Sebab, adanya eksplorasi dan eksploitasi migas di kabupaten ini masih belum menunjukkan kesejahteraan pada masyarakatnya,” ujarnya.
Eko juga mengungkapkan, pemerintah sudah melegalkan pencurian migas di Sumenep, karena perusahaan migas tidak berizin terkesan dibiarkan begitu saja oleh pemerintah untuk mengeruk kekayaan minyak. “Padahal Menteri Keuangan RI sudah mengatakan bahwa Sumenep sudah sangat layak untuk mendapatkan DBH migas melalui Permendagri No 51/2011tentang DBH (Dana Bagi Hasil) Migas. Namun yang terjadi di sini hanya nol persen DBH itu dan kemana aliran DBH itu?,” katanya dengan tanya.
CSR yang dinilai tidak jelas peruntukannya juga menjadi sorotan. Menurutnya, dana CSR tidak jelas peruntukannya karena diatur oleh perusahaan, yang kemudian hanya dinikmati oleh orang-orang tertentu dan tidak dinikmati oleh masyarakat yang berhak untuk mendapatkan dana tersebut.
“Kami juga menginginkan legislatif membentuk pansus terkait dana PI, agar nantinya ada transparansi pihak ketiga dan penanganan kasus PI yang saat ini masih menuai persoalan,” sambungnya.
Namun, aspirasi mahasiswa tersebut tidak tersampaikan langsung kepada pengelola PT WUS, karena tidak ada pengawai yang masuk. Demonstran sempat masuk ke sejumlah rungan di kantor tersebut dan tidak mendapatkan pegawai yang masuk kantor, dan akhirnya menyegel kantor itu.
”Mana Direktur PT WUS ini. Kami datang ke sini untuk menyampaikan aspirasi. Kami sebagai elemen masyarakat, tapi ternyata kantornya malah kosong dan direkturnya pun juga tidak ada di kantor. Ini kan masih jam kerja,” kata Zainullah, usai menyegel kantor BUMD itu.
Sekalipun aksi tersebut tidak ditemui pegawai PT WUS, FKMS berjanji akan tetap berkometmen untuk mengawal sehingga terjadi transparansi. Tidak adanya transparansi serta persoalan lainnya, tuturnya, membuat masyarakat Sumenep tidak menikmati hasil dari bumi sendiri dan hanya menerima bencananya saja dari perusahaan yang melakukan eksplorasi dan eksploitasi.
Sebelum mendatangi Kantor PT WUS, mahasiswa mendatangi kantor dewan perwakilan rakyat daaerah. Menanggapi hal itu, Ketua Komisi B DPRD Sumenep Bambang Prayogi mengungkapkan, dewan sudah melakukan upaya terbaik sebagaimana yang diinginkan masyarakat untuk memberikan yang optimal berkaitan dengan masalah migas, termasuk masalah DBH yang selama ini permasalah. “Masalah CSR dan ASR-nya, nanti akan kami lakukan tindakan. Sebab, kami dan adik-adik mahasiswa sebenarnya satu tujuan,” ujarnya.
Politisi PDI Perjungan menjelaskan, perusahaan migas yang saat ini belum memiliki izin tinggal satu, yaitu PT Husky. Tidak berizinnya perusahaan itu dikarenakan ada kesalahan komunikasi antara pemerintah dan perusahaan.
“Kalau perusahaan lainnya sudah legal semua dan mengantongi izin. Sedangkan kalau masalah kasus PI dan mengenai hal lainnya yang berkaitan, saat ini masih menunggu hasil dari proses hukum karena masih dalam proses,” ungkapnya.
Dia juga mengatakan, pihaknya tidak tahu terhadap pihak ketiga dalam masalah dana PI dalam kerjasamanya. Namun hal itu dianggap lucu oleh FKMS, karena wakil rakyat sudah semestinya tahu soal itu. (athink/rif/mk)