SUMENEP, koranmadura.com – Profesionalisme kerja Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumenep, Madura, Jawa Timur mulai diragukan. Keraguan itu tumbuh berkembang karena olah oknum yang tidak bertanggungjawab. Salah satunya munculnya gejolak saat proses pembuatan sertifikat tanah.
Seperti yang dialami oleh keluarga Nurahman Warga Kelurahan Bangselok, Kecamatan Kota Sumenep. Dirinya menilai BPN tidak profesional dalam memproses pengajuan pembuatan sertifikat tanah seluas 4.114 meter persegi.
Tanah warisan di Dusun Batuan Barat, Desa/Kecamatan Batuan itu tiba-tiba diklaim oleh sekelompok orang sebagai tanah percaton. Sehingga saat ini pembuatan sertifikat tidak bisa diproses sebelum persoalan itu diselesaikan.
“Padahal itu jelas, tanah itu milik nenek saya dari istri atas nama R.A Maimunah bin Halimah,” katanya saat ditemui di kantor BPN Sumenep, Selasa, 3 April 2018.
Data tersebut kata Nurahman didapat dari hasil dokumen yang dimiliki. Salah satunya berupa pendaftaran tanah tahun 1960 dan bukti kepemilikan pajak bumi dan bangunan (PBB) tahun 1992 dan bukti surat penguasaan lahan. “Dari bukti ini sudah jelas, tanah ini milik kami,” jelasnya.
Anehnya, kata Nurahman sekelompok orang yang mengklaim tanah percaton hanya berdasarkan kepemilikan akte notaris. “Dari sini sudah jelas BPN ini ada permainan. Kenapa kalau hanya berdasarkan akte notatis pengaduan koko diterima. Kalau begitu tukang becakpun bisa mengkalaim tanah siapapun dengan landasan akte notaris. Ini tidak beres BPN Sumenep ini,” jelasnya.
Kejanggalan lain kata Nurahman, terletak pada pengumuman pembuatan sertifikat yang dikeluarkan BPN. BPN hanya menempelkan pengumuman itu di papan informasi Kantor BPN Sumenep.
“Sesuai aturan pengumuman perkembangan itu dikasih kepada pemohon, dan diletakan di desa serta dipublikasi di media massa, baik itu cetak maupun media elektronik. Ini tidak,” ungkapnya.
Lucunya, lanjut Nurahmat saat dirinya kroscek pemberkasan pada 20 Maret 2018 belum ada tandatangan dari panitia A, bamun selang satu hari kemudian tiba-tiba muncul pengumuman itu keluar tanpa ada pemberitahuan kepada dirinya selaku pemohon. “Malah pihak lain yang tahu. Ini sudah jelas BPN condong kepada orang lain. Yang perlu dipertanyakan, dapat (komisi) berapa BPN dari sekolompok orang itu,” tegasnya.
Oleh karena itu, pihaknya mengaku kecewa atas kebijakan yang dibuat BPN. Salah satunya mengenai mediasi yang dilakukan atas masalah tersebut. “Masak sebelum ada mediasi, masih ada pra mediasi. Ini kan tindakan BPN diluar peraturan yang berlaku, sesuai peraturan kalau ada mediasi, maka langsung digelar tanpa ada pra mediasi. Kacau lalau begitu,” tegasnya.
Sementara itu Kasi Permasalahan BPN Sumenep Ismail mengatakan, BPN dalam pembuatan sertifikat ini sesuai permasalah yang berlaku. Sebab, permasalahan muncul di BPN setelah adanya pengumuman dikeluarkan.
“Sesuai PP 34 kalau ada pengaduan maka kami memberikan waktu 60 hari untuk melakukan mediasi,” jelasnya.
Waktu tersebut terhitung setelah terbitnya surat hasil mediasi dilakukan. Sementara mediasi untuk proses pembuatan sertifikat masih akan dilakukan pekan depan. Sehingga tenggang waktu 60 hari saat ini belum diberlakukan.
“Kalau nanti ada yang mengajukan ke pengadilan maka tenggang waktu yang kami berikan tidak berlaku lagi, jika tidak ada yang mengadu ke PN maka pembuatan sertifikat akan kami teruskan,” jelasnya.
Hanya saja Kasi Pencetakan Sertifikat BPN Sumenep Sofwan Hadi menampik adanya kongkalikong dengan pihak lain. “Tidak ada, apa keuntungannya jika kami condong kepada salah satu pihak. Tetap kedua belah pihak kami proses,” jelasnya.
Ditanya terkait bocornya pengumuman kepada pihak lain, dirinya mengaku itu hanya kebetulan saja. Namun, dirinya mengakui jika pengumuman itu hanya ditempelkan di Kantor BPN saja. “Mungkin hanya ada orang yang liat saja, sehingga dikabarkan pada orang lain,” tegasnya. (JUNAIDI/ROS/DIK)