JAKARTA- Komisi Pemberantasan Korupsi mendalami pendanaan Kongres Partai Demokrat 2010 di Bandung dalam penyidikan kasus dugaan penerimaan hadiah berkaitan dengan pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah (P3SON) di Hambalang.
“Terkait aliran dana tadi dalam pemriksaan sudah saya jelaskan secara detail dan terang, yaitu seluruh pembiayaan kongres tidak berasal dari mana pun kecuali dari DPP (Dewan Pimpinan Pusat) sehingga penyidik tidak pertanyakan lebih lanjut,” kata Ketua Panitia Kongres Partai Demokrat 2010 Didik Mukrianto setelah diperiksa KPK di Jakarta, Rabu.
Didik yang saat ini menjabat sebagai ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat mengaku bahwa ia hanya mengurus mengenai persiapan dan pelaksanaan kongres.
“Terkait hal-hal persiapan, pelaksanaan dan keperluan kongres memang menjadi domain saya selaku ketua panitia kongres, ruang lingkup yang menjadi kerja atau domain panitia dan itu sudah saya sampaikan,” tambah Didik.
Ia mengaku bahwa kongres sudah dipersiapkan sejak lama.
“Itu sudah direncanakan jauh-jauh hari termasuk dalam pendanaannya, sumber pendanaan partai sudah diatur dalam konstitusi kami dan banyak sumber-sumber sah yang diakses DPP untuk mengalokasikan pembiayaan DPP karena ini adalah program reguler lima tahunan,” tambah Didik.
Dana untuk kongres tersebut menurut Didik tidak lebih dari Rp7 miliar untuk akomodisi, komsumsi, transportasi peserta dan sarana kongres lain.
“Mengenai uang saku peserta dan segala macam lainnya tidak masuk dalam perencanaan dan tidak dianggarkan dalam kepanitian kongres,” ungkap Didik.
Kebutuhan sekitar 500 orang peserta kongres yang ditanggung oleh panitia adalah akomodasi selama tiga hari dan transportasi dari hotel tempat peserta menginap ke lokasi kongres.
“Panitia hanya alokaasikan dan sediakan bis untuk mobilisasi peserta ke tempat acara, sejak awal panitia tidak mengalokasikan uang transportasi peserta dari daerah ke tempat kongres,” jelas Didik.
Meski bendahara umum Partai Demokrat saat itu adalah Muhammad Nazaruddin yang memiliki Grup Permai pernah mengatakan bahwa uang dari Permai Grup masuk, Didik mengaku tidak tahu mengenai aliran dana itu.
“Saya tidak tahu (aliran dana dari Grup Permai, pada saat pelaksanaan kongres saya berkoordinasi dengan ketua umum Hadi Utomo, dan ketua umum langsung perintahkan staf bendahara di DPP, jadi saya tidak berkoordinasi dengan Nazaruddin,” jelas Didik.
KPK sebelumnya memang memanggil sejumlah saksi terkait dengan pelaksanaan Kongres Partai Demokrat 2010 di Bandung, antara lain Manajer Hotel Aston Tropicana, Yogi; Manajer Hotel Garden Permata Bandung, Suparman; Manajer Hotel Aston Primera Pasteur Rosaini, rekan Anas di partai Demokrat Saan Mustofa hingga hingga “event organizer” kongres tersebut PT Bandung Excellent Tour and Travel, Puji.
Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas mengakui bahwa KPK mendalami kemungkinan keterkaitan dugaan pemberian gratifikasi kepada Anas dan kongres partai Demokrat.
“Kemungkinan ke sana sedang kami dalami, kalau ada ya kamita kembangkan,” kata Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas pada Jumat (5/7).
Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto menambahkan bahwa KPK terus mengembangkan keterangan saksi-saksi tersebut.
“Memang penyidik sedang mengembangkan hal ini terus, tapi setiap keterangan saksi harus diklarifikasi dan dikonfirmasi, jadi yang bisa dilakukan sekarang mengklarifikasi dan mengkonfirmasi keterangan saksi-sanksi,” kata Bambang.
Dalam kasus ini Anas ditetapkan sebagai tersangka pada 22 Februari 2012 berdasarkan pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU no 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU no 20 tahun 2001 tentang penyelenggara negara yang menerima suap atau gratifikasi dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4-20 tahun dan pidana denda Rp200-Rp1 miliar.
Bentuk hadiah tersebut adalah mobil Toyota Harrier yang sejak Maret 2013 sudah disita KPK meski masih dititipkan kepada pemilik terakhirnya.
Mantan bendahara umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin menyebut bahwa ia membelikan Anas mobil Toyota Harrier dengan menggunakan cek atas nama PT Pacific Putra Metropolitan, anak perusahaan PT Permai sebesar Rp 520 juta dan uang tunai Rp150 juta pada November 2009.
Mobil yang bernomor polisi B 15 AUD itu menurut Nazaruddin berasal dari PT Adhi Karya terkait dengan proyek pembangunan P3SON Hambalang.
Namun pada Desember 2011, terjadi penggantian pelat nomor polisi dari B 15 AUD menjadi B 350 KTY dengan pemilik baru.
Anas melalui pengacaranya Firman Wijaya mengatakan mobil itu dibeli Anas dengan cara mencicil dari Nazaruddin pada Agustus 2009 namun telah dijual oleh Anas dan uang penjualannya sudah diberikan kepada Nazaruddin pada Juli 2010 senilai Rp500 juta. (ant/des/beth)