JAKARTA – Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) menengarai peredaran beras plastic bukan semata persaingan dagang untuk meraup keuntungan. Tetapi terselip isu politik dan criminal dibelakangnya.
Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perdagangan, Distribusi dan Logistik, Natsir Mansyur mengatakan, kecurigaan ini muncul karena harga biji plastik di pasaran, pada kenyataannya lebih mahal ketimbang harga beras. “Biji plastik itu lebih mahal dua kali lipat dibandingkan beras. Kalau dicampur dan dijual lebih murah aneh,” kata Natsir di sela acara Rapat Kerja Nasional (Rakernas) dan Trade Invesement Forum di Jakarta, Senin (25/5).
Berkaca dengan kenyataan inilah, Natsir berani memprediksi jika peredaran beras plastic bukan murni mencari keuntungan, tetapi ada unsur politik meski ini harus dibuktikan lebih lanjut.
“Ini bukan murni bukan bisnis. Saya kira ini pengalihan isu atau motif politik saja. Itu bukan motif dagang jadinya,” tegasnya.
Dia menilai, meski beras tersebut tidak murni motif ekonomi, tetap saja sudah memasuki ranah kriminal, karena membahayakan masyarakat. “Kalau begitu, baru motif dagang mencari keuntungan. Kalau di campur plastik itu sudah kriminal,” pungkasnya.
Kementrian Perdagangan (Kemendag) serta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) berjanji akan mengungkapkan hasil uji laboratorium terkait beras plastic. Namun Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Srie Agustina belum dapat memastikan kapan hasil uji klinis beras plastik dari BPOM dirilis ke publik.”Kami terus membahas bersama Kapolda Metro Jaya dan Kapolri terkait (beras plastik). Ini ada SMS-nya,” kata dia usai menghadiri Diskusi Pangan Kita di Cikini, Jakarta, Senin (25/5).
Saat ditanyakan apakah hasil uji lab beras plastik akan diumumkan hari ini mengingat molor dari jadwal pekan lalu, Srie tidak dapat memastikannya. “Kalau melihat itu, sepertinya ya (diumumkan),” ujar Srie.
Pemerintah, dia menegaskan, selalu berupaya mengamankan barang dan produk-produk makanan yang beredar di Indonesia terkait keamanan dan ketahanan pangan. “Bukan cuma pas ada kasus saja ditangani karena kami bersama Kementerian lain selalu mengawasi peredaran barang yang ada di sini. Pengawasan bisa dilakukan 3 unsur, yakni oleh pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan oleh konsumen sendiri,” kata Srie.
Sebelumnya Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) memandang positif penemuan beras plastik ini sebagai suatu hikmah membenahi tata niaga beras di Tanah Air. “Tapi ini adalah hikmah buat bangsa ini, tidak usah saling menyalahkan. Kasus beras plastik menyadarkan atau membangunkan pejabat yang selama ini tidur atau agak pingsan. Yang tidak suka sidak, jadi sidak,” tegas Sekretaris Jenderal (Sekjen) APPSI, Ngadiran.
Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mewaspadai beredarnya beras plastik sebagai bagian dari sindikat impor beras. Untuk itu, pemberantasan beras ilegal harus menjadi momentum untuk memerangi para penyelundup. “PDIP mengajak semua pihak memerhatikan upaya mewujudkan kedaulatan pangan yang membuat petani Indonesia berproduksi dan merdeka di Tanah Airnya sendiri,” ujarnya.
Menurut Hasto, sudah saatnya politik pangan yang berpihak pada petani dikedepankan, termasuk memperbaiki sistem produksi pascapanen. “Bulog pun harus diperkuat agar bisa membeli gabah secara langsung dari petani, termasuk kerjasama dengan pemda,” kata Hasto.
(GAM/ABD)