JAKARTA – Konflik berkepanjangan ditubuh Partai Golkar mulai menemui titik terang setelah Mantan Ketua Umum Golkar yang juga Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) turun gelanggang menggagas pertemuan “islah” bagi dua kubu berseteru. Untuk jangka pendek, islah ini merupakan jalan tengah agar kader Partai Golkar dapat mengikuti pilkada serentak di 2015 ini.
Namun Direktur Eksekutif Populi Center Nico Harjanto menilai “islah” sementara antara kubu Agung vs kubu Ical akan sia-sia karena Pilkada tanpa satu kepengurusan tunggal hanya akan memperlebar masalah. Apalagi, kedua kubu akan melakukan islah dengan pembagian kader beserta daerah pencalonan. Ketika kedua kubu tidak mendapatkan kesamaan pandangan, peluang perseteruan baru akan muncul. “Karena sangat mungkin nanti kedua kubu ngotot memasukkan nama-nama untuk dicalonkan di Pilkada, dan yang enggak dicalonkan akan ada yang menggugat,” kata Nico di Jakarta, Senin (25/5).
Nico berpendapat, kedua kubu harus melakukan islah komprehensif. Di antaranya membentuk kepengurusan tunggal, membenahi rotasi anggota fraksi yang belum selesai dan termasuk mencalonkan kader di Pilkada. Sebab, kedua kubu harus berkaca dengan status yang kini disandang Golkar. “Golkar sebagai partai terbesar kedua tidak boleh dikelola dengan sistem arisan atau jatah-jatahan. Sepertinya, ini yang dirancang dalam formula islahnya. Misal kubu Ical nanti dapat jatah untuk ngajuin calon pilkada di daerah ini dan itu, kubu Agung selebihnya. Ini tentu tidak baik karena nantinya mereka juga akan terpolarisasi,” terang dia.
Sementara itu, pengamat politik Burhanudin Muhtadi menyarankan slite Partai Golkar menurunkan ego. Jika tidak, partai yang berjaya di era Orde Baru itu diprediksi akan menghadapi kehancuran. “Elite Partai Golkar diturunkan egonya. Kalau tidak terjadi, praktis Partai Golkar sedang menggali kuburnya sendiri,” katanya.
Dia menilai, Golkar minim sosok tokoh kharismatik yang bisa menyelesaikan konflik internal. Salah satu cara agar masalah ini selesai, elite Golkar bertemu untuk mencari solusi terbaik tanpa menciderai perasaan salah satu kubu. “Saya tidak yakin meskipun terjadi islah terbatas, akan mampu menyelesaikan masalah,” tutur Burhanudin.
Secara terpisah, Ketua DPP Golkar kubu Ical Partai Golkar, Tantowi Yahya, menegaskan partai beringin itu akan berupaya sekuat tenaga ikut Pilkada. Perdamaian adalah salah satu jalan. “Pokoknya Golkar ikut Pilkada dengan mengacu pada UU Parpol, PKPU, dan Putusan PTUN,” kata Tantowi lewat pesan singkat, Senin (25/5).
Proses islah belum tuntas karena teknis kesepakatan masih belum disepakati. Namun, sudah ada kesepakatan untuk membentuk tim gabungan sudah tercapai. “Apa yang digagas Pak JK terkesan jangka pendek, tapi yang kita butuhkan keputusan jangka pendek dulu. Itu gagasan cerdas meski jangka pendek,” ungkap Tantowi.
Tantowi menambahkan, bahwa yang penting saat ini adalah para kader Golkar di daerah tidak kehilangan hak politiknya untuk berkompetisi. “Jadi yang sudah mengabdi di daerah gak kehilangan hak politik dan tetap biaa berkompetisi. Kita berpikir positif saja, mungkin saran dari pak Jk ini pendek tapi bisa saja tercapai islah sesungguhnya. Ini bisa jadi entry point,” tandasnya.
Namun Ketua DPP Golkar kubu Agung Laksono, Leo Nababan mengaku tak sepakat jika islah kadernya ikut pilkada dikembalikan ke Munas Riau di bawah bendera Golkar pimpinan Aburizal Bakrie (ARB). Ia mengumpamakan islah partai beringin seperti air dan minyak. “Saya pastikan masih terjal sekali, masih jauh untuk islah. Ini bagaikan air dan minyak, tidak masuk akal jika Partai Golkar islah tapi dikembalikan ke Munas Riau,” tutur Leo.
Leo mengapresiasi, empat poin saran islah yang diberikan JK agar Partai Golkar dapat mengikuti pemilihan gubernur, bupati dan wali kota secara serentak pada 9 Desember 2015. Namun, pihaknya akan terus mengupayakan untuk memperjuangkan keabsahan Golkar versi Munas Ancol. “Kita ingin yang menandatangani harus Agung Laksono. Kalau di poin empat itu tidak rasional, mari kita main terus, lanjutkan hukum. Sampai PK kita main terus. Itu hak kita. Kalau kalah baru SK-nya diganti Kemenkumham, baru itu berlaku,” tegas Leo.
Leo menyebutkan sikap ARB yang tak ingin bergabung ke pihaknya, sama saja ARB telah menghambat jalan kadernya untuk mencapai karir politik. “Kalau mereka tidak mau ikut kita berarti mereka yang tidak mau kadernya maju untuk pilkada,” tutupnya.
(GAM/ABD)