
BANGKALAN, koranmadura.com – Sebuah rumah tua yang dibangun tahun 1823 dieksekusi juru sita Pengadilan Negeri (PN) Bangkalan, Rabu (17/6). Eksekusi dilakukan setelah PN Bangkalan memenangkan gugatan Andrian Sudiatmo (45), warga Surabaya, terkait sengketa lahan plus bangunan seluas 1.907 m¬¬2. Eksekusi sendiri dilakukan berdasarkan keputusan PN Bangkalan nomor 12/pdt.G/2014/PN.Bkl dengan tergugat Moh Taufik.
Eksekusi rumah yang terletak di Jalan Hasyim Ashari Gang V, Kelurahan Demangan, Kecamatan Kota dilakukan oleh juru sita didampingi anggota kepolisian dan TNI. Hal tersebut dilakukan untuk mengamankan proses eksekusi. Sebelumnya, petugas meminta penghuni rumah tua agar mengosongkan bangunan. Untungnya, proses eksekusi berjalan damai tanpa perlawanan dari penghuni rumah.
“Kami melakukan eksekusi berdasarkan putusan pengadilan. Penghuni rumah tua harus mengosongkan bangunan. Keputusan pengadilan memenangkan penggugat. Ditambah, tergugat tidak pernah menghadiri persidangan,,” terang juru sita PN Bangkalan, Khalis Rusli.
Meskipun tergugat menginginkan rembukan dulu, karena masih belum mempunyai tempat tinggal. Namun, alasan dari tergugat Moh Taufik yang merupakan ahli waris dari R M Ikhsan tersebut tidak diterima oleh Pengungat Andrianto Sudiatno yang merupakan anak dari ahli waris pengungat RA Maimunah. Karena penggugat sudah tidak menerima rembukan lagi dari tergugat, akhirnya petugas keamanan dari TNI dan Polri langsung mengeluarkan barang-barang yang ada di dalam rumah.
Menurut Andrian, sengketa tersebut berawal ketika kakeknya mewariskan sebuah lahan yang di atasnya berdiri bangunan. Dalam perkembangannya warisan itu hendak dijual, kemudian bangunan kuno dibeli ayah Andrian dengan harga Rp 35 juta pada 1991. Lalu hasil penjualan tersebut dibagi pada 40 orang ahli waris.
“Bangunan ini ditempati anaknya Pakde Rahmad dan Pakde Iksan, atau sepupu saya. Tapi, dalam perkembangan ketika adik saya mau menanam pohon jati di sekitar bangunan dilarang oleh mereka,” ujarnya.
Atas dasar itu, pihaknya berupaya menseketakan masalah hak kepemilikan ke PN Bangkalan pada 2013. Akhirnya, PN mengeluarkan putusan memenangkan Andrian. Sebab, lahan dan bangunan ini sudah pernah dilakukan proses jual beli kepada ibunya.
“Sebelum dieksekusi dan disengketakan, kami sudah melakukan musyawarah pada penghuni rumah. Tetapi, mereka tidak mau, ya akhirnya kami sengketakan ke pengadilan. Saat ini proses eksekusinya,” ucapnya.
Sementara itu, Dewi keturunan RP Rachmad yang juga sepupu Adrian mengaku belum pernah diajak rembuk masalah rumah tersebut. Dirinya menampik jika masalah yang terjadi di dalam keluarganya telah dimusyawarahkan. Sebab, hak kepemilikan rumah kepunyaan bersama yakni 5 bersaudara yaitu RP Moh Ikhsan, RP Rachmad, RA Maisurah, RA Maimunah dan RA Dewi Kuraisyin. Andrian merupakan keturunan dari RA Maimunah, sedangkan Moh Taufik yang menempati rumah tersebut sejak kecil merupakan keturunan dari RP Moh Ikhsan.
”Tidak benar apa yang disampaikan Adrian . Hukum memang bisa dibeli karena memang dia orang kaya. Biarkan Allah yang lebih mengetahuinya, kami pasrah,” terangnya.
Justru, surat jual beli yang dimaksud tersebut dibuat pada tahun 2002, sedangkan pada saat itu RP M Ikhsan sudah meninggal dunia. Malah, dirinya mengaku lebih senang jika rumah kuno tersebut disita negara dan dijadikan sebagai museum. Sebab, itu lebih bermanfaat daripada menjadi sengketa dalam keluarga.
Sementara itu, Moh Taufik mengaku bingung mau tinggal dimana setelah pihak pengadilan mengeksekusi rumah satu-satunya yang merupakan peninggalan dari orang tuanya itu. Mulai tahun 1976 dirinya sudah menempati rumah tersebut. Menurutnya, berdasarkan amanah dari buyutnya, rumah tersebut jangan sampai dijual atau dijadikan sengketa. Sebab, rumah tersebut harus menjadi tempat berkumpul bersama saat lebaran.
“Saya akan tidur dibawah langit, karena saya ngak punya tempat tinggal lagi. Saya tahu apakah pemerintah memikirkan nasib saya ini. Permasalahan ini tidak pernah ada urun rembuk dalam keluarga. Seumpama saya negara Indonesia, saya dijajah langsung kalah,” jelasnya.
(MOH RIDWAN/RAH)