SUMENEP | koranmadura.com – Pedagang Kaki Lima (PKL) di areal Taman Bunga ibarat jamur di musim penghujan. Tambah hari bermunculan lapak baru. Padahal, area Taman Bunga merupakan ruang terbuka hijau (RTH) yang mestinya steril dari PKL. Keberadaan PKL telah membuat suasana menjadi semrawut juga kumuh.
Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3 Tahun 2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Wilayah Perkotaan telah mengaturnya. Hanya saja tak bertaring. ”Kalau saja itu (perda) ayam, ya tidak bertaji. Kalau saja itu harimau, ya sudah ompong tak bertaring lagi. Itulah Perda RDTR,” kata pagiat lingkungan Safraji, Minggu (6/3).
Menurutnya, PKL di Taman Bunga selain melanggar RDTR, juga melanggar Perda tentang Ketertiban, Keindahan dan Kebersihan (K3). ”Jadi, tidak ada alasan lagi pemerintah daerah untuk tidak menertibkan,” jelasnya.
Akibat kurang tegasnya pemerintah daerah, akhir-akhir ini bermunculan lapak baru seperti mainan mobil-mobilan dan jasa menumpang odong-odong keliling Taman Bunga. ”Kalau itu tidak segera dilakukan (penertiban), ya jangan harap RTH di Sumenep bisa tercapai dalam waktu singkat,” tegasnya.
Saat ini luas RTH belum ideal. Menurutnya, UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang RTH mengamanatkan luas area RTH minimalnya 30 persen dari luas kecamatan kota. Sementara di Sumenep luas RTH hanya 3,9 persen.
Menurutnya, salah satu cara untuk mengejar ketertinggalan itu, yakni melakukan penertiban terhadap sejumlah PKL, utamanya di Taman Bunga. Selain itu, pemerintah daerah juga perlu melakukan terobosan baru dengan membangun RTH di sejumlah titik, termasuk diberbagai perumahan.
Kasi Operasional Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Sumenep, Moh. Saleh mengatakan, meskipun Perda RTDR telah lama diterapkan, namun selama ini belum bisa melakukan penertiban.
Salah satu alasan belum ditertibkannya PKL di RTH, karena pemerintah daerah belum menyediakan tempat khusus bagi para PKL di Taman Bunga. Selain itu, pemerintah daerah juga belum bisa memberikan lapangan kerja untuk meningkatkan perekonomian para PKL. ”Jadi, kami tidak terlalu agresif untuk menertibkannya,” terang Saleh.
Pihaknya berjanji akan terus melakukan pengawasan. Jika terdapat PKL yang melanggar aturan, salah satunya berjualan di pagi hari, akan dilakukan penertiban. PKL di Taman Bunga hanya diperbolehkan berjualan mulai pukul 15.00 hingga pukul 00.00. Sementara untuk pagi hari semua PKL diimbau untuk berjualan di area Pasar Anom.
Saleh mengatakan, dalam waktu dekat akan melakukan pengkajian yang nanti hasilnya akan diajukan kepada Bupati. Jika ada rekomendasi dari Bupati ditoleransi meskipun melanggar peraturan, pihaknya akan mengikuti dan tidak akan melakukan penertiban. ”Kami akan menjunjung tinggi hasil keputusan Bupati nanti. Karena kalau melangkah tanpa ada kebijakan, sama halnya kami membentur gedung, jadinya sakit sendiri,” terangnya.
Terpisah, Kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (CIkatarung) Sumenep, Bambang Iriyanto membenarkan ketersediaan RTH di Sumenep masih belum ideal. Karena mestinya 30 persen dari luas kecamatan kota, namun saat ini baru tersedia 3,9 persen.
Sebagai langkah konkret untuk memenuhi ketentuan sesuai perundang-undangan yang berlaku, pihaknya telah membangun RTH diberbagai titik, salah satunya yang sudah terbangun yakni Taman Edukasi di Desa Pandian, Kecamatan Kota.
Pada tahun ini pihaknya berencana membangun RTH di komplek Perumahan Satelit dan Perumahan Giling. Juga di 9 titik, salah satunya di Desa Pangarangan dan di Monumin Pesawat yang berada di Desa Kacongan, Kecamatan Kota Sumenep.
Pemerintah daerah telah menyediakan anggaran sekitar Rp 3,5 miliar. Anggaran tesebut akan digunakan untuk membangun sejumlah fasilitas, seperti pembangunan gazebo, penanaman pohon, penataan ruang, tempat duduk di sekeliling pesawat bekas pesawat perang buatan Amerika, dan juga untuk anggaran pembangunan akses menuju Monumen Pesawat Militer TNI-AU OV-10 Bronco. ”Kami punya target tahun 2017 ketersediaan RTH di Sumenep bisa sesuai dengan UU,” tegasnya.
(JUNAIDI/MK)