Oleh : Miqdad Husein
Hari ini, tanggal 11 April mahasiswa yang mengklaim Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) seluruh Indonesia akan melaksanakan demo.
Mereka disebut-sebut akan menyampaikan tuntutan penolakan perpanjangan jabatan presiden, jabatan presiden tiga periode dan penundaan Pemilu. Beberapa tuntutan lain seperti penolakan kenaikan BBM dan tuntutan agar pemerintah mengatasi kenaikan minyak goreng sempat pula menyelinap.
Yang menarik, tiga tuntutan utama mahasiswa jauh-jauh hari telah ditegaskan Presiden Jokowi sejalan isi tuntutan mahasiswa. Bahwa pemerintah tak ada niat sedikitkan untuk memperpanjang jabatan presiden, menunda pemilu serta kemungkinan jabatan presiden dapat dipilih tiga periode. Itu artinya yang menjadi tuntutan mahasiswa sudah tidak relevan lagi.
Lha, apa yang mau dituntut.
Terkait persoalan jabatan tiga periode, Presiden Jokowi bahkan secara terbuka menggunakan bahasa sangat tegas menyebut mereka yang mengusulkan dirinya maju pada periode ketiga sebagai menampar muka, mencari muka dan menjerumuskan dirinya. “Kalau ada yang usulkan itu, ada tiga (motif) menurut saya, ingin menampar muka saya, ingin cari muka, atau ingin menjerumuskan. Itu saja,” kata Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (2/12/2019).
Pernyataan tegas itu, disampaikan Presiden Jokowi relatif lama, akhir tahun 2019. Partai pengusung Presiden Jokowipun dalam berbagai kesempatan menegaskan taat konsitusi. Ketua Umum PDI Perjuangan Ibu Megawati sampai merasa perlu menegaskan menolak jabatan presiden tiga periode. Aturan konstitusi, seperti pernah ditegaskannya sangat jelas dan tegas.
Dalam perjalanan waktu dari akhir tahun 2019 sampai saat sekarang ini, sempat beberapa lontaran pendapat muncul dari politisi bertebaran. Juga masih terkait jabatan Presiden tiga periode dan perpanjangan jabatan presiden alias penundaan pemilu. Lontaran pernyataan terkait jabatan presiden sempat disampaikan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto. Namun lagi-lagi Presiden Jokowi maupun PDI Perjuangan sebagai partai pengusung, menolak dan konsisten mentaati konstitusi dan pemilu tetap dilaksanakan pada bulan Februari tahun 2024. Pernyataan senada juga disampaikan Pimpinan DPR, yang sampai merasa perlu mengadakan press conferen menegaskan bahwa pelaksanaan pemilu telah disepakati dan waktunya telah diputuskan.
Lantas, apa dasar demo mahasiswa yang akan dilaksanakan pada tanggal 11 April itu? Bukankah legislatif (DPR) maupun eksekutif (pemerintah), telah sangat tegas dan jelas bahwa tak ada jabatan presiden tiga periode, tak ada perpanjangan jabatan presiden, juga tak ada penundaan pemilu.
Jelas akan merupakan ironi dan terasa menggelikan jika mahasiswa tetap memaksakan demo.
Sebab, tuntutan mereka sudah jauh hari telah menjadi komitmen legislatif dan eksekutif. Atau, dalam bahasa lain, bahkan sangat jelas poin-poin yang akan dituntut mahasiswa praktis tak lagi relevan. Lebih parah lagi, ternyata yang dituntut salah arah. Lho?
Bukankah, selama ini praktis tak pernah ada pernyataan resmi dari pemerintah akan menunda, memperpanjang jabatan dan mengamandemen UUD 1945 agar jabatan presiden menjadi tiga periode? Pembuat UU pun, yaitu DPR yang merupakan anggota MPR, yang memiliki kewenangan mengamandemen UUD 1945, tidak pernah bicara jabatan tiga periode.
Pernyataan Adhian Napitupulu menarik dicermati. Baik Presiden Jokowi, pemerintah maupun DPR tegas dan jelas, menolak jabatan tiga periode, perpanjangan jabatan presiden dan penundaan pemilu. “Harusnya, mahasiswa menuntut kepada mereka yang teriak usulan itu. Jangan kepada Presiden Jokowi, yang secara tegas telah menolak jabatan presiden tiga periode,” katanya.
Demo mahasiswa makin terlihat dipaksakan. Sangat terasa ada yang ingin demo terus berlanjut dengan mengaburkan tuntutan. Peredaran opini memperlihatkan seakan pemerintah dan DPR berniat melakukan terkait tiga hal yang bertentangan dengan UUD 1945 maupun UU.
Pemanfaatan opini terkait tiga tuntutan itu makin terlihat jelas ketika merebak pula ‘tuntutan’ agar Presiden Jokowi mundur yang mendompleng rencana tuntutan mahasiswa yang sudah tidak relevan. Demo bahkan mentargetkan tanggal 11 April ini sebagai momentum Jokowi harus mundur sebagai Presiden.
Makin jelas kan, apa sebenarnya yang menjadi agenda utama mereka serta siapa yang berada di balik demo mahasiswa. Adik-adik mahasiswa yang masih murni, diduga tak lebih sekedar kuda troya para politisi, yang tidak sabar serta kurang siap berdemokrasi. Atau bisa jadi, mereka tak lebih dari para petualang politik, yang ingin negeri ini terkoyak, terpecah dan terperangkap perang saudara. Sebuah target, yang selalu berulang, seperti terjadi di berbagai kawasan di Timur Tengah.
Untuk kasus di Indonesia, upaya pemaksaan menggiring negara ini terjerumus konflik makin terasa karena proses demokrasi telah berjalan baik.
Pembatasan jabatan presiden dua periode adalah bukti riil bahwa proses demokrasi berjalan makin terus membaik. Pelaksanaan Pemilu, yang berjalan relatif lancar bukti lain demokrasi telah eksis di negeri ini.
Di sinilah makin terasa ada agenda terselubung, yang ingin mengacau dan merusak kedamaian negeri ini. Jika sistem politik misalnya, berlangsung otoriter, dapat dipahami jika ada tuntutan pergantian pemegang kekuasaan. Lha, proses demokrasi berjalan baik. Jika mereka ingin berperan dalam kekuasaan telah tersedia instrumennya, yaitu Pemilu.
Sekali lagi, kedamaian dan proses demokrasi diuji dan harus menghadapi kembali petualang politik, yang tidak sabar dan tidak siap berdemokrasi. Waspadalah…