JAKARTA, Koranmadura.com – Puan Maharani yang adalah petinggi PDI Perjuangan tidak menarik garis demarkasi dengan Presiden Jokowi.
Puan berjanji tetap menjalin tali silaturahmi dengan Jokowi baik dalam kapasitas sebagai Ketua DPR dan Presiden maupun tidak dalam jabatan-jabatan tersebut. Meski secara politik pada Pilpres 2024, mereka berbeda pilihan.
Dalam keterangannya kepada wartawan di gedung DPR Senayan, Jakarta, Selasa 21 November 2023, Puan Maharani menegaskan bahwa silaturahmi antara pimpinan lembaga negara di tahun politik ini sangat penting.
“Jadi sesi-sesi selanjutnya sebagai Ketua DPR dengan Presiden pasti saya akan bertemu dengan Presiden. Kalau pun nanti ada sesi yang bukan merupakan Ketua DPR dan Presiden, maksudnya sesi resmi, tentu saja akan melakukan itu (bertemu),” kata Puan.
Dia meneruskan, “Buat saya silaturahmi dengan semua pihak akan menjadi sangat penting, apalagi di dalam menjelang pesta demokrasi atau pemilu yang akan datang.”
Terakhir Puan Maharani bertemu Presiden Jokowi di Istana Presiden Jakarta, Senin 20 November 2023.
Dalam pertemuan ini, sebagai ketua parlemen negara-negara MIKA, Puan mendampingi dan memandu mitranya bertemu dengan Presiden Jokowi.
“Karena saya sebagai Ketua Mikta, Forum Konsultasi Mikta 5 Negara. Kemudian mengantarkan ketua parlemen yang ada di Mikta konsultasi untuk bertemu dengan Presiden RI yaitu Pak Jokowi,” jelas dia.
Dia menambahkan, “Menjalankan sebaik-baiknya sehingga rakyat pun bisa melihat bahwa pemimpinnya dalam melaksanakan pesta demokrasi itu memang dilaksanakan dengan baik, kemudian nyaman, kemudian damai, dan tetap menjalankan tugas-tugasnya secara fungsional.”
Adapun hubungan PDI Perjuangan dengan Jokowi dan keluarga Megawati Soekarnoputri dengan keluarga Jokowi tampak tegang dan retak.
Pasalnya, Jokowi yang adalah kader PDI Perjuangan merestui putranya yang juga kader PDI Perjuangan, Gibran Rakabuming Raka, bertarung melawan jagoan partai banteng moncong putih Ganjar Pranowo pada Pilpres 2024.
Gibran diduetkan dengan Prabowo Subianto, meski lewat cara-cara yang melanggar etika dengan mengacak-acak undang=undang terkait syarat Capres-Cawapres di Mahkamah Konstitusi (MK). (Gema)