JAKARTA- Bank Indonesia (BI) perlu melakukan upaya strategis mengurangi dominasi asing di perbankan nasional. Sebab, dominannya modal asing di industri perbankan nasional akan sangat membahayakan stabilitas sistem keuangan. Idealnya, porsi kepemilikan saham perbankan oleh investor asing sebesar 41 persen, sementara 59 persennya dimiliki investor domestik. “Saya melihat, memang dominasi terlalu besar dari kepemilikan asing itu memang sangat berbahaya dari sisi stabilitas sistem keuangan sehingga perlu direview,” kata Calon Deputi Gubernur Bank Indonesia (DG-BI), Hendar saat menjalani fit and proper test calon DG-BI di Gedung DPR Jakarta, Senin (1/7).
Seperti diketahui, Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menguji tiga calon Deputi Gubernur BI yang diajukan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menggantikan Muliaman D Hadad yang mengundurkan diri karena terpilih menjadi Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), tahun lalu.
Tiga calon Deputi Gubernur BI yang akan melakukan fit and proper test hari ini adalah Asisten Gubernur BI Hendar, Asisten Gubernur BI Mulya Siregar dan Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Devisa Treesna W Suparyono.
Dalam paparannya, Hendar banyak menyinggung soal porsi kepemilikan bank di perbankan nasional. Dominasi modal asing diperbankan nasional bisa membahayakan stabilitas sistem keuangan. Karena itu, BI akan membuat strategi pembatasan kepemilikan modal asing secara bertahap. “Saat ini saya melihat, memang dominasi itu terlalu besar dari kepemilikan asing, dan itu sangat berbahaya dari sisi stabilitas sistem keuangan,” kata dia
Pengaturan pembatasan modal ini sangat penting agar kepemilikan bank tidak hanya dikuasai oleh kelompok tertentu. Penguasaan bank yang terpusat pada satu kelompok tertentu kurang kondusif bagi pengembangan perbankan. “Jadi, semakin banyak investor yang menjadi pemilik suatu bank, maka akan semakin mudah untuk diawasi, termasuk bank asing,” jelas dia.
Dia mengaku, bank sentral memang tengah melakukan upaya-upaya untuk mengurangi dominasi asing diperbankan. Langkah ini ditempuh bank sentral untuk mengurangi kerentanan di industri keuangan. “Kami terus mengurangi kerentanan itu yang dikarenakan kepemilikan modal yang dominan di bank-bank asing,” imbuhnya.
Namun upaya yang dilakukan tidak serentak, tetapi secara bertahap. “Jadi, barangkali trennya ke depan atau untuk jangka panjang memang ke arah situ,” papar Hendar.
Lebih lanjut Hendar menegaskan, secara keseluruhan BI akan me-review soal kepemilikan asing di industri perbankan. “Bahwa kepemilikan asing itu bukan lagi menjadi dominan. Kalau kita berprinsip pada kehati-hatian kepemilikan 41 persen-59 persen sudah masuk akal,” pungkas dia.
Inti Plasma
Berbeda dengan Hendar, Calon Deputi Gubernur BI, Tresna W Suparyono mengusung gagasan skema pembiayaan untuk sektor UMKM dengan perluasan inti plasma jika terpilih. Dengan skema ini, UMKM akan mendapatkan pembiayaan dari bank lewat perusahaan besar. “Perluasan inti plasma ini dapat menjadi solusi,” kata Direktur Eksekutif Pengelolaan Devisa BI ini saat mengikuti uji kelayakan dan kepatutan di hadapan Komisi XI DPR RI, Senin (1/7).
Dengan skema ini, kata Tresna, terjadi simbiosis mutualisme antara perusahaan besar dengan UMKM. Sebab, ada jaminan produk UMKM dapat terserap, sementara perusahaan tidak perlu repot kekurangan suplainya. “Karena itu, untuk mendukung ini, basis informasi harus diperkuat,” jelas Tresna.
Selain skema pembiayaan inti plasma, terobosan lain yang ditawarkan adalah membangun konektifitas antar Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID). Sebab, keberadaan TPID memberikan peran penting dalam membantu mengelola pengendalian inflasi di daerah.
Kebijakan lain adalah pengembangan women entrepreneurship, untuk memberikan kesempatan kepada kaum perempuan beraktifitas dalam membangun negeri ini. “Perempuan itu tahan tekanan,” tukas Tresna. (gam/bud)