
Penulis : Reno Muhammad
Penerbit : Nourabooks, Jakarta
Cetakan : Pertama, Februari 2015
Tebal : 160 Halaman
KPK dan Polri adalah dua institusi penting yang sejatinya saling bahu membahu dalam penegakan hukum di Indonesia. Tanpa dua institusi itu, proses hukum di Negara ini akan lemah, bahkan mandul. Upaya pemerintah memberantas korupsi hingga ke akar-akarnya bisa menjadi tidak terlaksana jika kedua institusi itu tidak saling mendukung.
Di tengah upaya pemerintah memberantas segala bentuk korupsi, justru dua konstitusi itu terlibat konflik. Antara KPK dan Polri seolah-olah saling tuding dalam penanganan kasus yang menimpa Budi Gunawan yang ditetapkan sebagai tersangka menjelang pelantikannya sebagai Kapolri, beberapa waktu lalu.
Konflik kedua institusi itu pun semakin merunyam saat Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto ditangkap pihak Polri karena dugaan kesaksian palsu pada kasus sengketa Pilkada Kota Waringin.
Buku Save KPK, Save Polri, Save Indonesia! ini berusaha menguak sekaligus menjabarkan perihal konflik yang terjadi antara KPK dan Polri. Penulis buku ini, dengan sangat jeli melihat dan memaparkan pelbagai permasalahan yang semakin hari semakin menggelisahkan. Silang sengkarut dua institusi itu sangat disayangkan dan sungguh menyedihkan. Siapakah yang sebenarnya menjadi korban dari kegalauan nasional ini? Bukan KPK dan bukan Polri. Tapi kita, seluruh rakyat Indonesia yang terkena dampak dari konflik yang terjadi (halaman 5).
Apa yang dialami KPK dan Polri jelas langsung menjadi sorotan masyarakat luas. Selain perkara korupsi telah menjadi momok bagi Indonesia, Jokowi kadung diberi mandat besar guna membenahi birokrasi pemerintahan yang centang perenang dan borok lama yang tak kenal sudah. Wajar jika hanya dalam tempo singkat, ada begitu banyak suara sumbang terbit dari beragam wilayah Indonesia. Dari masyarakat kelas ekonomi bawah, hingga mereka yang menjadi tokoh panutan yang juga sempat mengawal Jokowi, hingga ke istana.
Banyak orang menilai bahwa Jokowi tidak mampu menyelesaikan masalah yang terjadi antara KPK dan Polri. Jokowi terlalu lamban sehingga konflik kedua institusi itu semakin merunyam. Dan, opini-opini lain yang berembus di masyarakat. Propaganda media pun semakin memperkeruh suasana dan berusaha menggiring masyarakat untuk membela salah satu pihak, tanpa melihat dan mempelajari kasus yang sebenarnya terjadi (halaman 7).
Inilah yang sangat disayangkan oleh banyak pihak, terutama mereka yang dengan mudah mengatakan kalau Jokowi tidak mampu memimpin bangsa ini. Bahkan, Effendi Simbolon, sempat mengembuskan secara kasar tentang pemakzulan Jokowi.
Dalam buku ini, Reno Muhammad tidak memihak siapa dan kubu mana pun. Penulis hanya ingin menegaskan bahwa kita, rakyat Indonesia, tidak sepantasnya menyepelekan pemimpin bangsa yang dipilih jutaan rakyat Indonesia.
Menurut Reno, kalau mengurusi diri sendiri saja kita tidak mampu, apa lagi mengurusi pekerjaan presiden yang mengatasi ratusan juta kepala manusia. Tentu, sebagai rakyat, kita tidak dilarang melakukan itu. Sebab, pemimpin tetap harus diingatkan bila dia mulai terlihat melakukan penyimpangan. Namun, berkaca pada apa yang selama ini kita lakukan dalam hidup, jadi tolok ukur seberapa pantas kita melakukan kritik kepada pihak lain—terutama presiden (halaman 61).
Buku ini bisa dibilang cukup lengkap mewartakan perihal kasus yang menimpa KPK dan Polri dengan riset yang kuat dan mendalam. Pembaca diajak berpikir jernih dan tidak terpengaruh dengan pembe-ritaan media yang kadang semakin memperkeruh masalah.
Lewat buku 160 halaman ini penulis mengajak rakyat Indonesia untuk bersama-sama mendukung pemimpin bangsa memberantas berbagai kasus, terutama korupsi yang menjadi masalah krusial. Serta bersama-sama mendukung KPK dan Polri untuk saling bahu membahu memberantas tindak korupsi hingga ke akar-akarnya, tanpa pandang bulu.
Oleh: Untung Wahyudi
Alumnus UIN Sunan Ampel Surabaya