Belum lama ini, Dunia pendidikan Indonesia kembali menjadi sorotan. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) Anies Baswedan telah telah membuat langkah kontroversial terkait ujian nasional (UN). Langkah itu diawali dengan mengubah fungsi UN dari penentu utama kelulusan menjadi sebatas alat pemetaan mutu pendidikan.
Selain itu, mencanangkan adanya UN secara online di tingkat SMP, SMA, dan SMK yang ditunjuk sebagai piloting penyelenggara UN secara online tahun ini. Sekolah-sekolah tersebut adalah sekolah yang tentunya memiliki nilai kelayakan serta infrastruktur yang memadahi. Pada dasarnya, wacana UN online bukanlah hal baru. Wacana ini telah muncul di tahun sebelum pemerintahan baru Jokowi- JK resmi dilantik. Hanya saja, implementasi dari kebijakan tersebut baru akan diterapkan di tahun 2015 ini. UN online ini muncul tidak lain karena adanya beragam masalah klasik yang terjadi pasca UN di tahun-tahun sebelumnya, mulai dari adanya aksi kecurangan hingga keterlambatan soal ujian.
Kondisi tersebut pun masih terjadi semasa UN Online berlangsung saat ini. persoalan menyangkut ujian nasional kini telah mengalami kendala, tersiar kabar kebocoran dokumen yang diunggah lewat Google Drive. Kemendikbud menemukan 30 buklet soal dari sebanyak 11.730 buklet. Bahkan mentri pendidikan Anies Baswedan mengontak Google Inc untuk segera memblokir situs tersebut. Namun materi soal tersebut sudah terlanjur diunduh. Sejumlah mater soal tersebut sudah diunduh oleh sejumlah siswa di SMA Yogyakarta, dan mereka mengaku mendapatkan soal yang sama persis dengan materi ujian nasional.
Mengusut kebocoran tersebut, Bareskrim Polri telah bertindak setelah mendapatkan laporan. Kantor perum percetakan RI di geledah. Sedikitnya 13 orang dimintai keterangan. Sejumlah barang bukti disita antara lain hard disk, mesin scanner, flashdisk, CCTV, dan perangkat komputer. Kasus tersebut menyita perhatian Wapres Jusuf Kalla, bahkan ia meminta agar pelaksanaan Ujian Nasional di sekolah yang curigai menerima bocorab untuk diulang apabila cukup bukti. Selain itu percetakan selaku pihak pertana yang membocorkan materi soal harus dikenai sanksi tegas. Bukan ha-nya membebankan percetakan materi soal ulang, melainkan juga mem-blacklist tidak boleh menerima percetakan serupa (Wawasan, 18/04/15).
Kesenjangan Pendidikan
Kita perlu melihat bahwa kebijakan UN Online akan me-nimbulakan kesenjangan terhadap pemerataan pendidikan, dan akan semakin tajam dengan dengan kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan yang melaksanakan ujian nasional berbasis CBT (Computer Based Test). Pasalnya, pemerintah belum bisa menjawab tuntas kesenjangan pendidikan antara daerah terpencil dengan kota besar.
Pelaksanaan ujian nasional (UN) berbasis BCT dinilai ha-nya menjadi kelinci percobaan sebuah kebijakan sensasional namun tidak subtantif. Jika pemerintah ingin menjadikan pelaksanakan UN online sebagai ukuran kualitas dan kesiapan pendidikan di Indonesia, tentunya pemerintah telah meyakini bahwa 50 % sekolah yang ada di Indonesia bisa melaksanakan hal tersebut.
Catatan penting penulis tentang ujian online ini adalah, pertama, sarana dan prasarana sekolah kita harus sudah mumpuni. Sekolah harus siap untuk ikut serta dalam pelaksanaannya. Dan kedua, persebaran pelaksanaan UN online didukung pada kesiapan guru dalam melakukan pendampingan.
Nyatanya, Mendikbud Anies Baswedan tidak mampu menjawab kesenjangan pendidikan kita. Tidak mungkin membuat kebijakan dengan ukuran yang tidak rata medannya karena hasilnya pun tidak akan valid. Selain itu, tidak ada kesimpulan pendidikan kita berhasil atau tidak jika standarisasi ukurannya hanyalah Ibu Kota Jakarta. Bagaimana dengan daerah terdepan, terluar dan tertinggal?
Kita merasakan penting pemerataan pendidikan mengi-ngat sebelumnya pelaksanaan UN dengan standar kelulusan sama se-Indonesia membuat polemik tersendiri. Tidak mungkin menggunakan rumus persamaan dalam penilaian kalau kondisinya tidak sama. Seharusnya, disamakan dahulu kondisi sekolah, barulah pemerintah memberlakukan penilaian dengan rumus persamaan.
Selain itu, Persoalan seperti kebocoran UN online merupakan sebuah tamparan yang sangat besar bagi Negara. Ujian nasional yang hakikatnya menjadi dokumen rahasia, malah justru di-sebarluaskan. Kondisi tersebut memangan menjadi pertaruhan besar bagi Negara untuk mengusut tuntas kasus tersebut. sebab, masyarakat berhak memperoleh penjelasan suapaya Ujian Nasional benar-benar dapat dipertanggungjawabkan.
UN sekarang memang tidak sepenuhnya menentukan kelulusan. Tetapi pelaksanaan UN online justru mempertajam kesenjangan. Kendati demikian, ujian nasional harus tetap dilaksanakan. Walaupun bukan lagi sebagai penentu kelulusan, Akan tetapi tetap menjadi salah satu parameter peserta didik untuk menyelesaikan studi. Begitupula bagi siswa yang ingin melanjutka jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Kita berharap pemerintah lebih dahulu memperbaiki infrastruktur pendidikan. Pemerintah perlu juga memperhatikan sarana dan prasarana pendidikan agar semua siswa dari Sabang sampai Merauke merasakan perlakuan yang sama dalam pendidikan. Wallahu a’lam bi al-shawaf. [*]
Oleh: Ali Damsuki
Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Walisongo Semarang