
Penulis : Budi Sardjono
Penerbit : DIVA Press, Yogyakarta
Cetakan : I, Mei 2015
Tebal : 324 dan 321 halaman
ISBN : 978-602-255-895-8 dan 978-602-255-896-5
Sang Nyai merupakan novel terbaik versi Balai Bahasa Yogyakarta (BBY). Novel ini terdiri atas dua jidid. Novel pertama mengisahkan seorang wartawan majalah di Jakarta bernama Sam. Ia mendapatkan tugas dari pimpinan redaksi untuk membuat tulisan feature tentang Nyi Roro Kidul.
Meski awalnya menjadi orang yang paling tidak setuju dengan tema mistis ini, karena mendapat amanat, Sam tetap menjalankan tugas. Untuk bisa menuliskan tugas ini, ia pun harus turun ke lapangan, Yogyakarta guna mencari data yang menarik terkait dengan tema yang diberikan.
Di Yogyakarta, Sam bertemu dengan Mas Darpo, Kesi, Bu Mul, Pak Nung, Sugeng, Kang Petruk, Kang Trisno, Nyi Maryatun, dan Syekh Tunggal Wulung. Pengalaman dan keterangan dari mereka inilah yang akan digunakan sebagai sumber primer pembuatan feature. Lebih dari itu, antara yakin dan tidak, Sam merasakan bahwa salah satu dari orang-orang yang ditemui tersebut merupakan penjelmaan dari Sang Nyai. Ia adalah Kesi.
Kesi selalu datang dan pergi secara misterius. Ia selalu hadir di tempat-tempat yang sakral, diperuntukkan bagi Nyi Roro Kidul, yakni Parangkusumo, Sanur Beach Hotel, rumah Kang Petruk, Panggung Sanggabuwana, Solo, Hotel Bintang Solo, dan rumah Nyi Mundingsari. Dan, bagi Sam, kenangan bersama Kesi merupakan kenangan yang sangat istimewa. Selain Kesi merupakan sosok wanita cantik dan misterius, Sam selalu mendapat perhatian darinya, bahkan Sam sampai bercinta dengannya.
Novel kedua menceritakan kisah hidup Sam setelah dirinya menjadi wartawan freelance karena media tempat kerjanya mengalami bangkrut. Ia diminta temannya untuk meliput Gua Nagaraja karena terdapat media yang akan memuatnya. Gua ini sangat diminati para pejabat dan rakyat. Dalam memburu berita ini, Sam juga mengalami peristiwa mistis sebagaimana saat ia mencari data untuk membuat feature tentang Nyai Roro Kidul.
Dalam pengembaraan ini, Sam juga bertemu dengan perempuan-perempuan mistis nan cantik. Di antara mereka adalah Sri Menur, Dyah Rini Setyawati, Dyah Kencana Sari, dan Pusponingtyas. Sam sangat beruntung dapat bertemu dengan mereka. Atas bantuan mistis merekalah, Sam mampu menyampaikan amanah Tombak Tunggul Negoro dari Guan Nagaraja kepada Joyo Kartawi, seorang pengusaha mebel di Solo yang bercita-cita menjadi Presiden.
Di akhir cerita, setelah memberikan Tombak Tunggul Negoro kepada orang yang tepat, ia beristirahat di Hotel bersama Sri Menur. Hanya saja, pagi harinya, ia hanya menemukan secarik kertas di bawah vas bunga. [*]
Oleh: Anton Prasetyo
Pembaca sastra di Yogyakarta.